Senin, 21 Mei 2012

Zona yang melenakan

Banyak orang dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, tak lagi berpedoman pada Agama. Ideallisme tak lagi jadi tumpuan.  Idiologi tak lagi jadi sandaran. Singkatnya. Banyak orang makin pragmatis baik pikiran maupun tindakan; tantangan yang penuh resiko sebisa mungkin di hindari.
Dalam tataran politik, zona aman dan nyaman telah di jadikan patokan. Saat menyokong pihak asing yang di rasa menguntungkan, kebijakan apapun akan dilakukan. Tak perduli apakah rakyat yang jadi korban.  Sejauh tak melakukan pemberontakan. Sebaliknya, saat berpihak kepada rakyat dipandang bermanfaat untuk pencitraan, berpura-pura menolak kebijakan yang menyengsarakan rakyat. 
Untuk mencari Zona aman, tak sedikit tokoh agama, kiai, ulama atau ustadz yang tak tertarik untuk melibatkan diri dalam dakwah yang penuh resiko tersebut. Dengan dalih dakwah bisa berbagi peran; tak harus semuanya terjun ke dakwah politik atau pejuang untuk menegakkan syariah dan khilafah. Kita bisa maju bersama, menuju tujuan yang sama. Begitulah kira-kira yang sering di lontarkan. 
Mereka tidak sadar bahwa dengan mengabaikan dakwah yang fokus pada penegakan syariah dan khilafah, mereka sesungguhnya telah menjadi penonton, bukan pemain, yang beresiko terpeleset, terjungkal, kena tendangan lawan, terengah-engah mengejar lawan, sedang mereka sekedar duduk manis, bersorak dan sekedar berceloteh atau mencemooh. itulah zona aman dan nyaman yang menjadi pilihan mereka sebagai penonton. bukan pemain di lapangan. 
Sejak awal kelahirannya, dakwah yang di emban oleh para nabi dan rasul sejak awal hingga akhir jaman sejatinya bukanlah zona aman dan nyaman. Tak seorangpun nabi/rasul dalam dakwahnya tak terkecuali Baginda Nabi Muhammad saw. sang teladan yang mengalami masa-masa pahit dan sulit. 
Karena itu, rasa aman dan nyaman dalam dakwah saat ini hanya mungkin di lakukan karena dakwah yang di lakukan tidak pernah mengusik, pemikiran, tradisi, adat-istiadat dan hukum yang berlaku di masyarakat. Karena para da'i atau katifis dakwah tidak mau berseberangan dengan berbagai tradisi, budaya, adat istiadat apalagi menentang berbagai tradisi tersebut.
Saat 'zona aman' atau 'zona nyaman' jadi pilihan, tentu tak lagi penting apakah masyarakat akan berubah kearah yang lebih baik atau sebaliknya. Karena dakwah yang di cari adalah zona aman dan nyaman, cibiran tetangga harus di hindarkan, pengucilan masyarakat harus di jauhkan. Demikian juga ancaman terhadapa pekerjaan atau jabatan
 

Senin, 07 Mei 2012

Islam Mewujudkan Kesejahteraah Perburuhan

Setiap tanggal 1 Mei di peringati hari buruh Internasional yang di kenal dengan istilah May Day. Para buruh melakukan aksi besar-besaran menyuaraikan aspirasi dan tuntutan mereka. Tuntutan mereka diantaranya adalah : Hidup dengan upah yang sejahtera, Penghapusan sistem kerja kontrak dan penghentian sistem pemborongan kerja.

Akar Masalah Perburuhan
Tuntutan para buruh sejak May Day di canangkan hingga sekarang tak jauh beda. Yaitu tuntutan atas kesejahteraan dan kehidupan yang layak, terkait di dalamnya berkaitan upah yang layak, jaminan sosial seperti kesehatan dan pensiun, masalah kontrak kerja dan dsb.

Idiologi kapitalisme menetapkan agar campur tangan negara dalam mengatur urusan masyarakat seminimal mungkin. Kapitalisme mengajarkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok individu masyarakat baik pangan, papan dan sandang menjadi menjadi tanggung jawab individu itu sendiri. 

Sementara problem yang terkait langsung dengan buruh muncul akibat digunakannya kebutuhan hidup minimum sebagai standart penerapan gaji. Mereka hanya mendapatkan sesuatu yang cukup sekedar mempertahankan hidup. Karena itu terjadilah ketidak adilan dan eksploitasi para kapitalis terhadap kaum buruh. 

Jadi problem perburuan terjadi akibat di terapkannya sistem kapitalisme yang mengatur secara khusus dan pengelolaan masyarakat secara umum. maka problem itu akan tetap ada selama masih diatur dengan kapitalisme tersebut. 

Solusi Perburuhan dalam Islam
Masalah perburuhan dapat di kategorikan ke dalam dua jenis: 
Pertama: Terkait dengan masalah kesejahteraaan dan kehidupan layak, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok, jaminan kesehatan, akses pendidikan, jaminan hari tua, masalah pekerjaan anak dan wanita, dsb.
kedua: Masalah yang berkaitan langsung dengan kontrak kerja pengusaha-pekerja, diantaranya masalah PHK, penyelesaian sengketa perburuhan, dan sebagainya.

Islam mampu memberikan solusi dari setiap permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat termasuk problem perburuhan. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu (Papan, pangan, sandang) secara layak; dan pemenuhan kebutuhan pokok umat (Pendidikan, Kesehatan, Keamanan).

Pertama : Setiap laki-laki di wajibkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan dia dan keluarga. untuk itu Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Negara bisa secara langsung membuat proyek-proyek pembangunan yang bisa menyerap tenaga kerja.
kedua :  Jika masih ada orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya maka Islam mewajibkan kepada kerabatnya, mulai yang terdekat, untuk menanggung nafkahnya.
Ketiga : Jika kerabatnya tidak ada yang bisa menanggung nafkahnya atau ada tetapi tidak mampu, maka nafkah orang tersebut akan menjadi kewajiban baitul mal negara.  

Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan pokok umat (Kesehatan, Pendidikan, Keamanan) maka Islam menetapkan pemenuhannya menjadi kewajiban negara secara langsung yang berkualitas dan layak secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Dengan begitu semua beban, jaminan kesehatan, tunjangan pendidikan termasuk jaminan hari tua dsb. Tidak lagi di bebankan kepada pengusaha atau majikan sehingga pengusaha bisa lebih mengembangkan usahanya, dan bisa membayar upah yang lebih baik bagi pekerjanya. 

Sedangkan terkait hubungan pekerja - majikan (pengusaha), Islam memberikan solusi dengan ketentuan hukum al-ajir (kontrak kerja). Dalam akad kontrak kerja harus jelas jenis dan bentuk pekerjaan, batasan kerja dan curahan tenaga yang bisa di tentukan menggunakan batasan jam kerja sehari, dsb. Dalam kontrak kerja harus di jelaskan besaran upahnya. Dalam Islam  negara tidak boleh menetapkan tingkat upah minimum sebab hal itu adalah haram. Berasaran upah yang di berikan berdasarkan pada manfaat yang di berikan oleh pekerja, bukan berpatokan pada kebutuhan minimum seperti dalam kapitalisme.

Islam menetapkan bahwa akad ijarah termasuk akad yang mengikat (lazim) yaitu hanya bisa di batalkan atas persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak. Akad ijarah tidak bisa dibatalkan secara sepihak baik oleh majikan (pengusaha) maupun pekerja (buruh). Karena itu dalam Islam majikan tidak boleh memutuskan secara sepihak atau PHK. Jika itu terjadi pekerja berhak menuntut haknya melalui pengadilan. begitu sebaliknya pekerja tidak boleh mangkir dari menunaikan pekerjaannya. 

Dengan ketentuan semua itu, maka seluruh problem perburuhan bisa di selesaikan. pengusaha tidak terbebani menanggung pemenuhan kebutuhan pokok, Kesehatan, Pendidikan, dan kesejahteraan pekerja. Sebaliknya pekerja juga bisa terjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya (pangan, sandang, papan) dan terjamin kebutuhan atas pelayanan kesehatan, Pendidikan dan keamanan. semua itu bisa terwujud jika syariah islam di terapkan secara total dalam bingkai khilafah 'ala minhaj nubuwwah. 



Sabtu, 05 Mei 2012

Kesetaran Gender Produk Gagal dan Merusak

Upaya Barat untuk menghancurkan umat Islam tidak kenal lelah dilakukan oleh musuh-musuh Islam, dengan senjata utamanya liberalisme (kebebasan), baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan maupun sosial.

Di bidang sosial, kemunculan RUU Kesetaraaan dan Keadilan Gender (KKG) tidak bisa dilepaskan dari upaya Barat untuk menghancurkan umat ini secara total dengan senjata liberalismenya tersebut. Padahal Barat yang sudah mempraktikkan ide-ide jender ini terbukti gagal. Ide-ide jender ini alih-alih memperbaiki sistem sosial masyarakat, malah menghancurkan. Harapan memperbaiki nasib wanita pun tak kunjung terwujud. Justru wanitalah yang menjadi korban utama dari ide liberal kesetaraan jender ini.

Kesalahan utama mereka adalah dalam memandang apa yang menjadi penyebab berbagai persoalan yang menimpa wanita seperti penindasan terhadap wanita, kekerasaan di rumah tangga, upah buruh wanita yang murah, pelecehan seksual, dll. Kelompok feminis melihat semua persoalan perempuan muncul akibat dari paradigma patriarki, ketidaksetaraan jender, dan dominasi laki-laki.

Padahal apa yang terjadi bukanlah problem yang merupakan khas perempuan dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan pandangan jender. Kemiskinan bukan hanya menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki. Kekerasan bukan hanya dialami perempuan, namun juga laki-laki. Upah buruh murah juga terjadi pada laki-laki. Persoalan ini bukanlah persoalan jenis kelamin, tetapi persoalan ‘kemanusiaan’ yang menimpa laki-laki maupun perempuan. Persoalan di atas muncul sebagai bentuk kegagalan sistem Kapitalisme menyelesaikan persoalan manusia.

Karena itu, yang kita butuhkan bukanlah paradigma kesetaraan atau keadilan jender, namun sistem yang adil yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan manusia tanpa memandang apakah dia laki-laki atau perempuan. Di sinilah relevansi mengapa kita membutuhkan syariah Islam secara menyeluruh. Sebabnya, syariah Islam adalah sistem kehidupan untuk menyelesaikan persoalan manusia, laki-laki dan perempuan.

Berkaitan dengan kesejahteraan, Islam mewajibkan negara bertanggung jawab menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat, pendidikan gratis dan kesehatan gratis, baik laki-laki ataupun perempuan. Siapapun yang melakukan kejahatan (jarimah) akan ditindak tanpa memandang jenis kelaminnya, baik di ranah domestik ataupun di luar rumah.

Karena itu, dalam ideologi Islam tidak akan muncul masalah kesetaraan jender. Sebab, laki-laki dan wanita sama-sama hamba Allah. Mereka sama-sama diperintahkan hanya menyembah Allah SWT dan terikat dengan aturan-aturan Allah SWT. Saat menjalankan syariah Islam ini, apapun jenisnya, siapapun dia, baik laki-laki ataupun perempuan, akan mendapat pahala dari Allah SWT. Seruan ketaatan kepada Allah SWT berlaku sama (Lihat, antara lain: QS al-A’raf [7]: 158; (Ali ‘Imran [3]: 195).

Dalam masalah keterikatan dengan syariah Islam ini, ada yang hukumnya yang sama untuk laki-laki maupun perempuan, ada yang khusus untuk perempuan, dan ada yang khusus untuk laki-laki. Kewajiban shalat, misalnya, berlaku sama baik untuk laki-laki maupun perempuan. Kewajiban menuntut ilmu, kewajiban mengoreksi penguasa zalim, kewajiban untuk berdakwah, dll semuanya berlaku sama baik untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, hukum yang berkaitan dengan haid, nifas, jelas khusus untuk wanita. Terdapat juga beberapa hukum yang khusus untuk laki-laki, semisal kewajiban shalat Jumat. Siapapun yang menja-lankan hukum Allah ini akan mendapat pahala.

Laki-laki memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam rumah tangga (qawwam), sementara posisi wanita sebagai ummu wa rabbah al-bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Meskipun berbagi tugas, semuanya mendapat pahala dari Allah SWT, karena sama-sama menjalankan perintah Allah SWT. Perbedaan fungsi ini tidak menunjukkan bahwa laki-laki lebih baik dari wanita atau sebaliknya.

Kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga sesungguhnya adalah tanggung jawab, jadi bukan legitimasi penindasan terhadap wanita. Sebagai pemimpin. Laki-laki (suami) wajib mencari nafkah, melindungi keluarganya dan mendidik keluarganya. Sebaliknya, kalau ada pelanggaran hukum syariah oleh suami, seperti menyiksa istri, atau menelantarkan istri, misalnya, tetap merupakan kejahatan (jarimah) yang wajib dihentikan dan pelakunya wajib diberi sanksi hukum.

Pelanggaran kehormatan, kekerasan domestik dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara-perkara yang dilarang oleh Islam. Tujuan pernikahan adalah untuk mencapai kedamaian melalui hubungan kemitraan antara suami dan istri.

Dalam hal lain, menuntut ilmu, misalnya, adalah kewajiban bagi setiap orang, lelaki maupun perempuan. Bahkan sangat penting bagi perempuan Muslimah untuk memiliki pendidikan islami setinggi mungkin, karena merekalah yang nantinya akan menjadi sumber pengetahuan pertama bagi anak-anaknya.

Negara Khilafah berkewajiban menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan terbaik bagi warganegaranya. Dengan begitu, diperlukan banyak sekali perempuan yang berprofesi sebagai dokter, perawat dan guru untuk menjalankan peran dan tugas itu.

Wanita pun berhak untuk memiliki sesuatu dan mengembangkan harta dengan cara berdagang, industri, atau pertanian. Wanita memiliki hak untuk menduduki salah satu jabatan dalam negara seperti urusan pendidikan, pengadilan, dan kedokteran. Umar bin Khatab pernah meminta Asy-Syifa binti Abdullah al-Makhzumiyah, seorang wanita dari kaumnya, sebagai seorang qadhi di sebuah pasar di Madinah. Para wanita pada masa Rasul saw. ikut berperan serta dalam banyak peperangan untuk melakukan pengobatan kepada orang-orang yang terluka dan mengatur urusan-urusan mereka (yang terluka).

Wanita juga memiliki hak untuk menjadi salah satu anggota majelis umat. Alasannya, Rasul saw. pun saat menghadapi suatu musi-bah, beliau memanggil umat Islam ke masjid baik laki-laki maupun wanita, dan beliau men-dengarkan pendapat mereka semuanya. Rasul saw. juga bermusyawarah dengan istrinya, Ummu Salamah, dalam Perjanjian Hudaibiyah.

Walhasil, tudingan tentang perlakukan buruk Islam terhadap wanita adalah keliru dan sering merupakan propaganda belaka.