Rabu, 30 September 2009

Tujuan Hidup Manusia

Ada sebuah ungkapan yang pernah saya baca; “Orang bodoh hidup untuk makan, namun orang bijak makan untuk hidup.” Lantas apakah tujuan hidup orang bijak? Apakah hanya untuk bertahan hidup? Padahal kehidupan bukanlah akhir dan tidak dapat mengakhiri dirinya sendiri, lantas apa tujuan hidup ini?
Para ahli fikir merumuskan masalah ini dengan 3 pertanyaan dasar; Darimana, kemana, dan mengapa? Artinya, saya darimana, akan kemana, lantas mengapa saya ada disini?

Bagi mereka yang tidak mempercayai adanya Tuhan, yakni orang Ateis, hanya yakin terhadap materi yang terindera. Menurut mereka sesuatu itu ada jika terdeteksi oleh indera, jika tidak maka ia adalah fiksi. Alam semesta beserta isinya bagi mereka – terjadi begitu saja – kebetulan yang indah. Dan manusia tidak ubahnya bagai binatang dan tumbuhan, hidup dalam jangkau waktu tertentu kemudian mati.

Sehingga dalam pandangan mereka, dunia inilah awal dan akhir dan ini semua terjadi begitu saja tanpa ada keterlibatan Tuhan, karena mereka meyakini alam mempunyai mekanisme sendiri untuk mengatur dirinya sendiri.

Namun jika kita bicara jujur, sebenarnya tiap manusia mempunyai naluri keagamaan. Maka saya setuju dengan ungkapan sejarawan terkemuka Yunani 2000 tahun silam, Plutarch mengatakan, “Adalah mungkin bagi anda menjumpai kota-kota yang tidak memiliki istana, raja, kekayaan, etika, dan tempat-tempat pertunjukan. Namun tidak seorangpun yang dapat menemukan sebuah kota yang tidak memiki sesembahan atau kota yang tidak mengajarkan penyembahan kepada para penduduknya”. Ungkapan kuno ini benar. Ia menyatakan bahwa naluri keagamaan sesungguhnya adalah sesuatu yang bersumber dari fitrah manusia.

Kajian atas sejarah manusia menegaskan bahwa kepercayaan telah bersemayam dalam diri manusia sejak kurun peradaban kuno hingga saat ini. Berdasarkan penciptaan dan strukturnya, manusia adalah mahluk yang, tidak bisa tidak, musti memiliki keyakinan. Berdasarkan struktur inilah manusia diciptakan Allah. Namun begitu, manusia diberi hak memilih – patuh atau bermaksiat kepada-Nya.

Menurut Alquran, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, termasuk manusia, hidup didalam naungan hidayah yang terbentuk secara fitri, yang mengantarkannya kepada Allah. Dari titik tolak inilah Islam berusaha menggiring pemahaman umat manusia untuk tidak menjadikan dunia ini, sebagai persinggahan terakhir, namun sebagai starting point untuk menuju kehidupan selanjutnya yang abadi dan hakiki, akhirat!

Oleh karenanya Alquran memberi perhatian khusus dan serius pada masalah kehidupan akhirat melebihi masalah-masalah lainnya. Misalnya saja, ayat-ayat hukum menerangkan berbagai masalah cabang (fủru’) hanya berjumlah 500 buah. Sementara, ayat-ayat yang berbicara tentang hari kebangkitan bejumlah lebih dari 1000 buah. Dari sini dapat dilihat Alquran memberikan perhatian serius pada masalah pemikiran dan keyakinan.

Jika hal ini mempunyai peranan sangat penting sepert ini, lantas apa arti semua ini? Kemerdekaan! Allah SWT menghendaki manusia untuk mengEsakan-Nya, dan menjadi manusia yang benar-benar merdeka bersama-Nya agar tidak menjadi hamba bagi segala sesuatu.

Dari penghambaan kepada Allah sajalah, akan lahir kemerdekaan manusia. Sebaliknya, dari kesombongan terhadap Allah, manusia akan diperbudak oleh segala sesuatu selain Allah. Dengan kata lain, pengEsaan dan penghambaan kepada Allah, memberikan kemulian dan kemerdekaan kepada manusia. Tanpanya, manusia menjadi budak bagi segala sesuatu yang diciptakanNya. Dan inilah tujuan hidup orang bijak yakni, merdeka bersama Allah, Tuhan yang menciptakannya.

Pesan-pesan Al Quran Tentang Tujuan Hidup

Bismillahirrahmaanirahiim

Dengan kerendahan hati mari kita simak pesan-pesan Al-qur'an tentang tujuan hidup yang sebenarnya

Nasehat ini untuk semuanya ..........
Untuk mereka yang sudah memiliki arah.........
Untuk mereka yang belum memiliki arah.........
dan untuk mereka yang tidak memiliki arah.
nasehat ini untuk semuanya.......
Semua yang menginginkan kebaikan.

Nikah itu ibadah.......
Nikah itu suci........... ingat itu......
Memang nikah itu bisa karena harta, bisa karena
kecantikan, bisa karena keturunan dan bisa karena agama.
Jangan engkau jadikan harta, keturunan maupun kecantikan sebagai alasan.....
karena semua itu akan menyebabkan celaka.
Jadikan agama sebagai alasan..... Engkau akan mendapatkan kebahagiaan.

Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta....
Namun...... jika cinta engkau jadikan sbg landasan,
maka keluargamu akan rapuh, akan mudah hancur.
Jadikanlah " ALLAH " sebagai landasan......
Niscaya engkau akan selamat, Tidak saja dunia, tapi juga akherat.......
Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan......
Niscaya mawaddah, sakinah dan rahmah akan tercapai.

Jangan engkau menginginkan menjadi raja dalam "istanamu".....
disambut istri ketika datang dan dilayani segala kebutuhan.......
Jika ini kau lakukan "istanamu" tidak akan langgeng..

Lihatlah manusia ter-agung Muhammad saw....
tidak marah ketika harus tidur di depan pintu, beralaskan
sorban, karena sang istri tercinta tdk mendengar kedatangannya.

Tetap tersenyum meski tidak mendapatkan makanan
tersaji dihadapannya ketika lapar........
Menjahit bajunya yang robek........

Jangan engkau menginginkan menjadi ratu dalam "istanamu".....
Disayang, dimanja dan dilayani suami......
Terpenuhi apa yang menjadi keinginanmu....
Jika itu engkau lakukan, "istanamu" akan menjadi neraka bagimu

Jangan engkau terlalu cinta kepada istrimu.........
Jangan engkau terlalu menuruti istrimu......
Jika itu engkau lakukan akan celaka....
Engkau tidak akan dapat melihat yang hitam dan yang putih,
tidak akan dapat melihat yang benar dan yang salah.....
Lihatlah bagaimana Allah menegur " Nabi "-mu
tatakala mengharamkan apa yang Allah halalkan hanya karena
menuruti kemauan sang istri.

Tegaslah terhadap istrimu.....
Dengan cintamu, ajaklah dia taat kepada Allah.......
Jangan biarkan dia dengan kehendaknya......
Lihatlah bagaimana istri Nuh dan Luth.....
Di bawah bimbingan manusia pilihan, justru mereka menjadi penentang.....
Istrimu bisa menjadi musuhmu....

Didiklah istrimu...
Jadikanlah dia sebagai Hajar, wanita utama yang loyal terhadap tugas suami, Ibrahim.
Jadikan dia sebagai Maryam, wanita utama yang bisa menjaga kehormatannya......
Jadikan dia sebagaiKhadijah, wanita utama yang bisa mendampingi sang
suami Muhammad saw menerima tugas risalah.....

Istrimu adalah tanggung jawabmu....
Jangan kau larang mereka taat kepada Allah.....
Biarkan mereka menjadi wanita shalilah...
Biarkan mereka menjadi hajar atau Maryam....
Jangan kau belenggu mereka dengan egomu...

Jika engkau menjadi istri...
Jangan engkau paksa suamimu menurutimu...
Jangan engkau paksa suamimu melanggar Allah......
Siapkan dirimu untuk menjadi Hajar, yang setia terhadap tugas suami.....
Siapkan dirimu untuk menjadi Maryam, yang bisa menjaga kehormatannya....
Siapkan dirimu untuk menjadi Khadijah, yang bisa yang bisa mendampingi suami menjalankan misi.

Jangan kau usik suamimu dengan rengekanmu....
Jangan kau usik suamimu dengan tangismu....
Jika itu kau lakukan..... Kecintaannya terhadapmu akan
memaksanya menjadi pendurhaka...... jangan..........

Jika engkau menjadi Bapak......
Jadilah bapak yang bijak seperti Lukmanul Hakim
Jadilah bapak yang tegas seperti Ibrahim
Jadilah bapak yang kasih seperti Muhammad saw
Ajaklah anak-anakmu mengenal Allah..........
Ajaklah mereka taat kepada Allah.......
Jadikan dia sebagai Yusuf yang berbakti.......
Jadikan dia sebagai Ismail yang taat.......
Jangan engkau jadikan mereka sebagai Kan'an yang durhaka.

Mohonlah kepada Allah..........
Mintalah kepada Allah, agar mereka menjadi anak yang shalih.....
Anak yang bisa membawa kebahagiaan.

Jika engkau menjadi ibu....
Jadilah engaku ibu yang bijak, ibu yang teduh....
Bimbinglah anak-anakmu dengan air susumu....
Jadikanlah mereka mujahid.........
Jadikanlah mereka tentara-tentara Allah.....
Jangan biarkan mereka bermanja-manja.....

Amin....

Sumber:(Dudung.net)

Jumat, 04 September 2009

HAKEKAT PUASA

Bulan ramadhan sudah beberapa hari kita jalani. Sebagian ulama berpendapat, Ramadhan adalah bulan agung, bulan mulia, bulan penuh berkah, bulan pengampunan, bulan penuh rahmat dan bulan pembebasan dari api neraka.

Mereka juga berpendapat. Pada bulan ramadhan semua amal ibadah diterima. pahala dilipatgandakan. dosa-dosa dilebur. gerbang-gerbang surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup rapat dan setan-setan dikerangkeng. Dalam bulan ini ada satu malam yang disebut lailatul qadar. yang keutamaannya melebihi seribu bulan (QS 97: 1-5)

Selama ramadhan berlangsung, semua umat Islam diwajibkan untuk menjalankan puasa (QS 2: 183), yaitu menahan diri (imsak) dari lapar/haus dan dorongan nafsu.

Keutamaan Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda, "Penghulu bulan adalah Ramadhan dan penghulu hari adalah hari Jumat" (HR ath-Thabrani).

Rasul bersabda, "Andai saja manusia tahu keutamaan Ramadahn, pasti mereka berharap Ramadhan itu selama satu tahun." HR ath-Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi).

Rasul juga bersabda, "Jika datang malam pertama Ramadhan, para dan jin kafir dibelenggu. Semua pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka. semua pintu surga dibuka sehingga tidak ada satu pun yang tertutup. Lalu terdengar suara seruan, "Wahai pencari kebaikan, datanglah! Wahai pencari kejahatan,kurangkanlah. "Pada malam itu ada orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Yang demikian itu terjadi setiap malam (HR at-Tirmizhi dan Ibnu Majah)

Pada bulan ramadhan al-Quran turun. (QS 2: 185). Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat ini mengatakan, :Allah SWT memuji bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah dipilih sebagai bulan turunnya al-Quran." (Ibn Katsir, 1/501).

Pada bulan ramadhan doa-doa dikabulkan. Rasulullah saw.bersabda, "Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka setiap hari pada bulan Ramadhan. Setiap Muslim, jika memanjatkan doa, pasti dikabulkan."(HR al-Bazzar dan al-Haitsami).

Keutamaan puasa. Rasulullah saw bersabda, "Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka" HR Ahmad dan al-Baihaqi).

Rasulullah saw. juga bersabda, "Allah berfirman, "Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. 'puasa adalah perisai. JIka salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor, jangan pula berteriak-teriak. Jika ada seseorang mencaci dan mengajak berkelahi maka katakanlah, 'Aku sedang berpuasa, 'Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat daripada bau minyak kasturi. Bagi orang berpuasa ada dua kegembiraan; saat berbuka mereka begembira karena berbuka dan saat bertemu dengan Allah mereka bergembira karena puasanya."(HR al-Bukhari dan Muslim).

Puasa akan memberikan syafaat bagi orang yang menjalankannya. Rasulullah saw. bersabda, "Puasa dan al-Quran itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada Hari kiamat nanti. Puasa akan berkata, Tuhanku, aku telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat. Karena itu, perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya. 'Al-Quran pun berkata, 'Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karena itu, perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya, 'Lalu syafaat keduanya diperkenankan," (HR Ahmad, al-Hakim dan ath-Thabrani).

Orang yang berpuasa akan mendapatkan pengampunan dosa. Rasulullah saw.bersabda, "Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan menharap pahala dari Allah, pasti dosa-dosanya pada masa lalu diampuni," HR al-Bukhari dan Muslim).

Bagi orang yang berpuasa disediakan ar-Rayyan. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama ar-Rayyan. Pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk pintu tersebut kecuali mereka" (HR al-Bukhari dan Muslim).

Berpuasa setelah ramadhan. Puasa (shaum) secara bahasa bermakna al-imsak atau menahan diri dari sesuatu, seperti menahan diri dari makan atau berbicara. Makna puasa seperti ini digunakan dalam QS Maryam ayat 26. Adapun secara istilah, puasa adalah menahan diri dari dua jalan syahwat - mulut dan kemaluan - dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahal puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, disertai dengan niat.

Dari pengertian secara bahasa maupun istilah tersebut, jelas puasa hakikatnya adalah menahan atau mengendalikan diri/hawa nafsu' dari hal-hal yang telah Allah haramkan; bukan semata-mata menahan diri untuk tidak makan /minum atau berhubungan suami-istri di siang hari. karena itu, esensi puasa sebetulnya adalah tunduk-patuh pada perintah dan larangan Allah SWT. Itulah taqwa, yang memang menjadi target yang harus di raih dari amalan puasa Ramadhan.

Jika demikian, sejatinya pasca Ramadhan sekalipun, hingga datang Ramadhan berikutnya, seorang Muslim yang menhayati esensi puasa akan tetap 'berpuasa' dalam arti, tetap menahan diri atau mengendalikan hawa nafsunya dari hal-hal yang telah Allah haramkan. Jika ia mampu tetap 'berpuasa' pasca Ramadhan, berarti ia telah sukses meraih derajat takwa, sebagai tujuan akhir dari amalan puasanya.

Sayangnya, 'berpuasa' pasca Ramadhan nyatanya tidak selalu bisa dilakukan oleh setiap Muslim. Kebanyakan Muslim selesai 'berpuasa' begitu Ramadhan usai. Mereka kembali dikendalikan hawa nafsu, bukan mengendalikannya. Mereka kembali 'berbuka' dengan hal-hal yang haram, bukan 'imsak' (menahan diri) dari semua itu. mereka kembali bermaksiat, bukan bertambah taat. ini karena, saat Idul Fitri tiba, mereka bukan kembali ke Fitrah (taat kepada Allah), tetapi kembali ke Fatrah (futur). Na'udzu billah!

Sumber: al-wa'ie hal: 32-33 No. 109 Tahun X, 1-30 September 2009

Minggu, 23 Agustus 2009

Memaknai Ramadhan Dalam Kontek dakwah

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian semua bertaqwa kepadaNya“. (Al-Baqarah: 183)

Ayat-ayat tentang puasa (Ayatush Shiyam) yang tersusun secara berurutan dalam satu surah, yaitu surah Al-Baqarah dari ayat 183-187 seringkali difahami hanya dalam konteks peningkatan amaliah ibadah mahdhah. Padahal secara korelatif, ayatush shiyam selain dari sarat dengan ta’limat ilahiyyah dan taujihat rabbaniyah tentang peningkatan ruhiyah dengan penguatan amaliah ibadah, juga sarat dengan nilai-nilai dakwah dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Betapa Ramadhan sangat tepat dijadikan munthalaq dakwah untuk lebih mengintensifkan kembali geliat dan gairah dakwah sehingga makna yang mewarnai kehidupan Ramadhan adalah makna-makna dakwah.

Korelasi ayatush shiyam dengan dakwah

Secara korelatif, ayat-ayat yang mendampingi ayatush shiyam, baik ayat-ayat sebelumnya maupun sesudahnya ternyata berbicara tentang dakwah dalam konteks fiqhul mu’amalah dan hokum hudud. Pendampingan dalam penyusunan seperti ini tentu mustahil tanpa hikmah dan pelajaran yang bisa digali darinya. Ayat 178-182 dari surah Al-Baqarah sebelum ayat puasa ternyata berbicara tentang hokum qishash yang merupakan bagian dari target dan realisasi dakwah, yaitu tegaknya hokum-hukum syariat. Redaksi yang digunakan juga mirip dengan redaksi yang digunakan dalam konteks perintah puasa, “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu (menerapkan) qishash dalam hal pembunuhan”.

Ayat 188 setelah ayat puasa juga berbicara tentang hokum mu’amalah dalam konteks jual beli dan perdagangan, “Janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang bathil”. Padahal mu’amalah yang dijalankan dengan baik dan benar merupakan satu lagi sasaran dakwah yang harus ditegakkan sehingga akan terjamin kehormatan diri, harta dan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih ketara lagi pada ayat 190 dan seterusnya yang berbicara tentang perintah perang yang merupakan bagian dakwah yang terbesar dan terberat, “Perangilah oleh kalian di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian”. Keterkaitan dan korelasi tematis ini menjadi landasan akan pemaknaan bulan Ramadhan dengan makna dakwah disamping makna-makna ibadah dan ukhuwwah.

Ta’amul da’awi di bulan dakwah

Target dari pelaksanaan ibadah puasa yang telah ditetapkan oleh Allah dengan ungkapan pengharapan “la’allakum tattaqun” merupakan jaminan akan peningkatan kebaikan seseorang yang berpuasa dengan benar. Takwa yang diharapkan dari pengalaman menjalani hidup dan kehidupan di bulan Ramadhan bisa dijabarkan sebagai bentuk pembiasaan untuk melakukan amal-amal kebaikan dan pembiasaan untuk meninggalkan amal-amal keburukan. Hasan bin Thalq menyebutkan definisi ini seperti yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Takwa yang ditargetkan ternyata sangat terkait dengan bentuk ta’amul dengan Ramadhan.

Ada beberapa bentuk ta’amul (interaksi) yang bisa diaktifkan selama mengikuti amaliah Ramadhan. Namun salah satu bentuk ta’amul yang seharusnya diperhatikan oleh para da’I adalah ta’amul da’awi selain dari ta’amul ta’abbudi yang menjadi target amaliah kebanyakan orang di bulan Ramadhan. Betapa sejarah Ramadhan masa lalu sarat dengan kegiatan dan aktivitas dakwah. Bahkan kegiatan dakwah terbesar dan terberat justru terjadi di bulan Ramadhan.

Perang Badar yang merupakan perang perdana untuk menunjukkan eksistensi dakwah Islam justru terjadi di bulan puasa. (lihat surah Al-Anfal: 41). Padahal pada saat itu, Rasulullah dan para sahabat hanya mempersiapkan perlengkapan untuk menghadang kafilah dagang Abu Sufyan. Bukan untuk menghadapi pasukan Quraisy yang bersenjata lengkap. Namun jalan dakwah yang sudah diyakininya tidak mengenal kamus “mundur kembali ke garis start”. Justru dengan modal keyakinan akan janji Allah dan pembuktian akan satu komitmen yang totalitas terhadap dakwah Islam, beliau maju menghadapi berbagai rintangan, tribulasi dan setiap ujian yang menghadang di jalur dakwah. Saat pertempuran semakin sengit, Rasulullah bermunajat, “Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki agar Engkau tidak disembah selamanya setelah hari ini”.

Pembukaan atau Fathu Makkah yang merupakan perjalanan dakwah terakhir Rasulullah juga terjadi dan memilih Ramadhan sebagai bulan kemenangan dakwah yang gilang gemilang. Ternyata Ramadhan merupakan pilihan yang tepat dan terbaik untuk meraih kemenangan dakwah.

Menjelang Ramadhan tiba, Rasulullah selaku pemimpin para da’i, menyampaikan satu pidato kenegaraan yang bernuansa dakwah, mengajak seluruh umat memanfaatkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya, meraih sebanyak-banyaknya keberkahan bulan ini. Berkah dalam arti katsratul khair wal manafi’ banyak kebaikan dan manfaat yang bisa diraih darinya. Dan nantinya, kebaikan dan manfaat itu akan bertambah jika disampaikan kepada orang lain dalam bentuk dakwah yang berkesinambungan. Inilah esensi dakwah yang harus dirasakan selama mengikuti aktivitas Ramadhan.

Ada beberapa target dakwah yang layak untuk dipersiapkan oleh para kader sebagai bekal menghadapi ujian dakwah pasca Ramadhan, diantaranya:

Target menghargai waktu

Ibnul Qayyim rahimahuLlah menegaskan substansi dan nilai waktu dalam kehidupan manusia, “Sebenarnya waktu yang dimiliki oleh manusia adalah umurnya sendiri yang terus berjalan perlahan seperti gerakan awan. Setiap waktu yang digunakan untuk Allah, itulah kehidupan dan umurnya. Sementara itu, waktu yang digunakan selain dengan tujuan tersebut tidak dianggap sebagai waktu (yang berarti) bagi hidupnya. Jika dia terus hidup, maka hidupnya sama dengan kehidupan binatang. Jika dia menghabiskan waktu dalam keadaan lalai, lupa diri, dan membangun harapan-harapan bathil, maka waktu terbaik yang dilaluinya adalah ketika tidur dan menganggur. Maka orang tersebut lebih baik mati daripada terus bertahan hidup”. (Al-Jawab Al-Kafi)

Ungkapan Ibnul Qayyim sangat tepat untuk diperhatikan dalam konteks Ramadhan. Betapa banyak waktu yang terkadang terbiar tanpa aktivitas di bulan ini. Padahal keutamaan yang disediakan oleh Ramadhan memiliki motivasi tersendiri untuk memenuhi waktu demi waktu di bulan ini dengan amal sholeh.

Ibnu Mas’ud radiyaLlahu anhu mengingatkan kepada kita akan penyesalan waktu yang tidak bermanfaat, “Aku tidak pernah menyesali sesuatu seberat penyesalanku terhadap satu hari dimana matahari sudah tenggelam dan umurku berkurang, namun amal kebaikanku tidak bertambah”.

Dalam konteks dakwah, waktu adalah harta yang paling berharga bagi seorang da’i, karena waktu adalah modal utamanya. Aktivitas dakwah mustahil bisa mencapai tujuan dan merealisasikan sasarannya, kecuali jika ia bisa menggunakan dan mengoptimalkan waktunya dengan sungguh-sungguh. Ramadhan mengajar banyak kepada para da’I akan penting dan berartinya waktu. Bahkan ada waktu yang lebih baik dan lebih besar nilainya dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Dan itu hanya Allah sediakan di bulan Ramadhan.

Target keteladanan

Berdakwah dalam arti menyeru manusia kepada kebaikan, jika disertai dengan penyimpangan perilaku para da’inya merupakan penyakit yang akan menimbulkan kebimbangan dalam diri. Bukan hanya pada diri seorang da’I tetapi berakibat juga terhadap dakwah. Dalam konteks dakwah saat ini, masyarakat sangat menanti dan mendambakan lahirnya teladan yang membuat mereka yakin akan seluruh ajaran Islam. Jika tidak, mereka tidak lagi percaya kepada agama ini setelah terlebih dahulu kehilangan kepercayaan kepada pada da’I ang menyebarkannya. (Muhd. Abduh, Madza Ya’ni Intima’i liddakwah).

Keteladan seorang da’i merupakan pilar utama kesuksesan dakwah. Keteladan Rasulullah saw yang diungkapkan oleh Aisyah ra “akhlaknya adalah Al-Qura’n” merupakan kunci utama kesuksesan dan penerimaan dakwah beliau. Maka Ramadhan merupakan momen penting untuk membangun keteladanan; keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku, keteladanan dalam kesabaran, keteladanan dalam beramal dan keteladanan dalam membangun persaudaraan diantara sesame muslim untuk dijadikan sarana dakwah. Semua keteladanan itu ternyata merupakan petunjuk praktis dan aturan main amaliah Ramadhan.

Target wirid harian

Satu ayat yang disisipkan di tengah-tengah ayatush shiyam adalah ayat 186 yang berbicara tentang do’a dan dzikir, “Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permintaan hambaKu jika ia memohon kepadaKu”. Penyisipan ayat ini mengisyaratkan bahwa amaliah Ramadhan hendaklah senantiasa diiringi dengan doa memohon pertolongan dan kekuatan dariNya, apalagi dalam konteks dakwah, sangat tepat jika wirid dan doa ini senantias menghiasi kehidupan para da’i.

Wirid merupakan sarana membersihkan diri dan beribadah kepada Allah sekaligus sebagai bekal selama menempuh perjalanan dakwah. Ada tiga bentuk wirid yang sangat baik untuk diperbanyak di bulan Ramadhan sebagai sentuhan energi dan kekuatan dalam berdakwah; wirid do’a seperti istighfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, tilawah Qur’an dan wirid kalimah thoyyibah lainnya. Wirid robithah untuk memperkuat hubungan bathin diantara sesame da’I sebagai bentuk do’a an dzharil ghayb yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Wirid muhasabah dalam bentuk mengingat dan mengevaluasi seluruh aktivitas dakwah yang dilakukan pada hari itu. Jika ada kebaikan, segeralah mensyukurinya dan jika ada kekurangan dan kekhilafan, segeralah untuk memohon ampunan dan memanjatkan doa kepada Allah, lalu bertobat untuk memperbaiki gerak dakwah di masa yang akan datang.

Wirid-wirid harian ini terasa akan lebih efektif jika dilaksanakan saat menjelang malam hari berbarengan dengan aktivitas qiyamul lail. Kekuatan doa dan wirid akan memperkuat langkah dan azam dakwah “Doa adalah senjata orang yang beriman”. Dan bulan Ramadhan adalah syahrul maghfirah waddu’a.

Target-target da’awi di bulan Ramadhan

Syekh Musthafa Masyhur menekankan akan pentingnya tarbiyah dalam konteks dakwah, “Salah satu prinsip mendasar yang sangat ditekankan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna dan harus kita jaga adalah memberi perhatian terhadap masalah tarbiyah dan aspek ritual. Kedua hal ini ibarat ruh yang ada pada tubuh manusia, baik dalam skala individu maupun dalam skala jama’ah. Imam Hasan Al-Banna rahimahuLlah yakin bahwa seorang muslim yang berpegang teguh dengan sifat-sifat orang yang beriman adalah fondasi utama harakah, pembinaan dan usaha untuk merealisasikan tujuan-tujuan dakwah. Dialah yang membangun keluarga muslim, masyarakat muslim dan Negara muslim. Ketika unsur ini kokoh, maka proses pembangunan akan berjalan setahap demi setahap dengan kokoh dan baik, begitupula sebaliknya”. (Fiqhud Da’wah).

Ramadhan yang dikenal juga dengan syahrul ibadah merupakan bulan untuk memperkuat hubungan dengan Wali dan Pelindung para da’i. karena seorang da’i sejati adalah seorang abid (seorang yang taat beribadah) kepada Allah, taat kepada ajaranNya dan tunduk kepada kebesaranNya. Kekurangan dalam melakukan ibadah, terutama ibadah fardhu akan menghempaskan aktivis dakwah. Bahkan dia akan kehilangan keteladan dalam berdakwah.

Dalam skala keluarga, pembiasaan bangun malam bersama seluruh anggota keluarga di bulan Ramadhan harus menjadi agenda harian yang berkesinambungan pasca Ramadhan sebagai bagian dari komitmen dakwah kita. Kajian-kajian keislaman yang semakin marak merupakan momen yang tidak boleh terlupakan untuk mengisi dengan muatan-muatan dakwah disamping muatan-muatan ruhiyah.

Momen silaturahim yang banyak berlangsung di awal maupun di akhir Ramadhan yang diakhiri dengan momen idul fithri merupakan fenomena yang bisa ditangkap makna dakwah di dalamnya jika kita mampu mengintensifkan nilai-nilai dakwah di dalamnya, selain dari rutinitas yang bisa dijalankan.

Kekerapan seseorang berada di masjid-masjid dan tempat-tempat kebaikan merupakan nilai positif dakwah yang harus ditangkap untuk perluasan dan medan tadrib da’awi. Semuanya merupakan indikasi bahwa Ramadhan memang bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai munthalaq dakwah untuk kembali memaknai kehidupan dakwah kita, mengevaluasi dan mengefektifkan kembali sayap-sayap dakwah sehingga geliat dan bahana dakwah akan lebih terasa intensivitasnya pasca Ramadhan. Semoga makna-makna dakwah Ramadhan lebih banyak ditangkap oleh para aktivis dakwah di jalan Allah.

sumber : dakwatuna.com

Senin, 20 Juli 2009

Dibalik “Kemenangan” Liberalis

Ada sisi yang tidak diungkap sejarah di negara ini soal peran jaringan Freemasonry Indonesia dalam menentukan politik bangsa ini.

Transformasi bangsa dan negara Indonesia yang tadinya penuh semangat kemandirian, berdaulat, penuh izzah di mata dunia, menjunjung tinggi cita-cita mulia dan berani memperjuangkan kebenaran, menjadi satu bangsa dan negara yang tergantung pada Barat, menjadi sangat pragmatis sehingga kehilangan izzah-nya, berjiwa kerdil dan peragu, bermental minderwaardigheit-complex atau menyimpan perasaan rendah dri yang kelewatan, dan sebagainya ini, atau dalam bahasa Arab, Minanuur ilan Dzhulumat, dari Cahaya kepada Kegelapan, berjalan dengan cepat. Tahun 1965 adalah tonggaknya.

Bulan Nopember 1967, Jenderal Suharto mengirim Tim Ekonominya, Mafia Berkeley—simbah-nya Kaum NeoLib sekarang—ke Swiss untuk bertemu para CEO Multi National Corporate (MNC) yang rata-rata Yahudi untuk menggadaikan hampir seluruh kekayaan alam negeri ini dengan harga yang sangat murah. Bahkan landasan legal-formal, cetak-biru UU Penanaman Modal Asing-nya pun dibuat di Swiss. Salah satu hasilnya adalah diserahkannya Gunung Emas Terbesar Dunia di Timika, Papua, kepada Freeport McMoran (AS) sehingga kini telah berubah menjadi Lembah Emas Terbesar Dunia. Inilah tonggak dijajahnya kembali Indonesia oleh Barat. Sampai sekarang.

Dalam bidang budaya, jika Soekarno berusaha menghidupkan budaya nasional (tari lenso, paduan suara dengan lagu-lagu daerah dan penuh semangat kebangsaan), menggairahkan produk tekstil nasional dengan mengkampanyekan penggunaan kain ‘Blatju’ sebagai bahan busana nasional Indonesia dan melarang bahan pakaian import, melarang musik “ngak-ngik-ngok”, melarang celana Cutbray dan pakaian yang dianggap kelewat sexy (tank-top diharamkan), melarang rock n roll (dulu gaya joget Elvis Presley dan lainnya juga dilarang), maka di masa awal kekuasaan Jenderal Suharto, budaya Barat-Hedonis malah diundang masuk dengan sangat bebasnya.

Pembunuhan karakter bangsa yang sudah dengan susah-payah dibangun oleh Soekarno dihancurkan dengan sistematis. Bangsa Indonesia yang dulunya dikenal sebagai bangsa Timur yang ramah, sekarang menjadi bangsa yang sangat gila dengan kebudayaan Barat. Segala hal yang datang dari Barat dianggap sebagai kemajuan. Hal ini terjadi di segala bidang.

Peran Lobi Freemasonry

Ada sisi yang tidak diungkap buku-buku sejarah di negara ini tentang keterlibatan jaringan Freemasonry di Indonesia dalam membuat cetak-biru arah perpolitikan bangsa ini di masa awal kekuasaan Jenderal Suharto.

Kelompok persaudaraan Luciferian bernama Freemasonry sudah ada di Indonesia sejak zaman VOC. Mereka membangun jaringannya di seluruh Nusantara. Namun di tahun 1962, keberadaannya diharamkan di seluruh Indonesia oleh Soekarno lewat Keputusan Presiden RI. Sejak itu, Freemasonry Hindia-Belanda yang tadinya bermarkas besar di Gedung Loji Adhucstat (sekarang Gedung Bapenas), memindahkan pusat organisasinya ke Singapura.

Kejatuhan Soekarno dan naiknya Jenderal Suharto diduga kuat ada juga peran dari jaringan ini. Banyak kegiatan mereka yang sampai hari ini masih misteri karena mereka pada dasarnya memang bergerak secara rahasia. Namun ternyata ada juga yang bocor. Salah satunya sebuah pertemuan rahasia Freemasonry Indonesia (dulunya Vrijmetselaren Oost-Indie) di Singapura pada hari Senin, 16 September 1972.

Dalam pertemuan tersebut, mereka berkumpul untuk mengevaluasi awal pemerintahan Jenderal Suharto dan juga merumuskan strategi persaudaraan bagi negeri itu ke depan. Pertemuan tersebut menghasilkan rekomendasi bernama “Panca Karsa Utama”. Sebuah cetak biru di bidang politik kepada pemegang kekuasaan. Pertemuan itu dimuat dalam majalah internal “Kabana” nomor 48 tahun 1972. Panca Karsa Utama merumuskan lima strategi politik:

Pertama, Wahana Tanpa Daya. Menciptakan kekuatan-kekuatan politik yang terwakili dalam partai politik, namun hanya sebagai macan kertas saja, dan yang sesungguhnya sama sekali tidak punya kekuatan apa pun.

Kedua, Triyana Tunggal Sila. Artinya, semua partai politik wajib berasakan Pancasila dan membuang semua perbedaan asas agama.

Ketiga, Sirna Sangga Kawasa. Pancasila adalah asas tunggal, bukan saja terhadap partai politik, namun semua organisasi kemasyarakatan juga harus demikian. Seluruh kehidupan harus dijauhkan dari nilai-nilai kewajiban agama. Negara dan Agama merupakan ruang yang terpisah. Salah satunya, jilbab misalnya, dilarang.

Keempat, Bhinneka Agama Miraga Tunggal. Intinya sekarang ini disebut pluralisme. Semua agama itu sama, sebab itu membeda-bedakan sesama pemeluk agama adalah salah besar. Semua agama disatukan dalam satu tempat ibadah tunggal yang dinamakan Wisma Bhakti Pancasila. Suku, Agama, dan Ras, atau SARA, menjadi wilayah yang sangat tabu untuk diperdebatkan. Bukan itu saja, pemakaman umum pun dilarang membeda-bedakan orang mati berdasarkan agamanya.

Kelima, Nagara Utama. Yaitu mewujudkan Indonesia yang subur, makmur, dengan berasas tunggal, berkepercayaan tunggal, berbahasa tunggal dan bersuku tunggal, pembauran dilakukan di semua bidang kehidupan. Jadi, inti semua itu adalah menciptakan Indonesia yang sepenuhnya sekuler.

Salah satu bukti lagi adalah dimasukkannya Aliran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, istilah populernya “Kejawen”, yang sesungguhnya tidak ada bedanya dengan Gerakan Theosofie yang dibangun perempuan Yahudi-Rusia bernama Madame Blavatsky di zaman VOC, ke dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Bahkan secara berkesinambungan, gerakan ini mendapat porsi yang sama untuk tayang di TVRI dan juga RRI.

Secara sistematis, terencana, dan terukur, bangsa Indonesia di bawah Jenderal Suharto diubah menjadi bangsa budak bagi kepentingan imperialis Barat, dalam semua sisi. Karakter bangsa Indonesia asli yang luhur menjadi hilang dan digantikan dengan karakter budak. Hal ini terus terjadi dan terus dilestarikan sampai detik ini.

Dalam peradaban manusia, perekonomian merupakan bangunan dasarnya. Bagai sebuah piramida, sistem ekonomi merupakan lapisan paling bawah yang menopang dan menentukan bidang lainnya, seperti politik, pendidikan, budaya, dan sebagainya. Ini hukum besi sejarah manusia sampai kapan pun. Di bawah Jenderal Suharto, sistem ekonomi kerakyatan dengan pondasi utama koperasi (arti koperasi adalah ‘Gotong Royong’) yang digagas Soekarno-Hata dibuang jauh-jauh dan digantikan dengan Kapitalistime. Istilah ini diperhalus, eufimisme, dengan istilah “Sistem Ekonomi Pancasila”, yang sejatinya sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya.

Sistem inilah yang bekerja dengan kecepatan penuh di negeri ini sejak zaman Suharto hingga zaman SBY sekarang ini, walau para pemimpin negara ini tidak pernah mau mengakuinya. Dalam pandangan ekonomi-politik, hal ini sudah sedikit-banyak disinggung dalam tulisan berseri terdahulu dengan judul “Siapakah Sebenarnya Suharto?” di Eramuslim. Dalam serial tulisan ini selanjutnya, kita akan mengupas cara kerja sistem jahat ini di dalam mengelabui dan memanipulasi kesadaran rakyat Indonesia, sehingga dalam Pilpres 2009 kemarin, kubu NeoLib (Liberalis) bisa “menang” karena mendapat suara rakyat terbanyak dibanding kandidat lainnya. Padahal banyak sekali rakyat Indonesia yang mengakui jika sekarang ini kehidupan kian sulit, biaya pendidikan kian mahal, kebutuhan hidup kian tinggi, dan uang rupiah kian tidak ada harganya. Walau demikian, kelihatan lucu jadinya, karena mereka dalam pilpres kemarin ternyata masih banyak yang mau dan memilih untuk melanjutkan kondisi sulit seperti sekarang ini. Ibarat orang yang tengah mengemudi kendaraan, walau tahu di depannya ada jurang yang dalam, namun dia malah melanjutkan menginjak gas, bukan mengganti pijakan kakinya ke pedal rem atau banting stir. Namun inilah kenyataan yang harus diterima. Inilah bangsa kita tercinta, bangsa Indonesia

Sumber : eramuslim

Selasa, 07 Juli 2009

Pemimpin Dalam Pandangan Islam

Pemimpin bukan seorang penguasa, karena penguasa cenderung mengeksploitasi kekayaan negeri untuk kepentingan pribadi. Pemimpin bukan pemerintah, karena pemerintah cenderung menganggap rakyat sebagai jongos. Saya masih ingat Syaikh Muhammad Abduh seorang pemikir muslim terkemuka pernah mengatakan:

“Al amiiru laa man qaada biawaamirihii, bal man qaada bi afa’aalihii (pemimpin bukan seorang yang memimpin dengan perintah-perintahnya, melainkan yang memimpin dengan perbuatannya)”.

Pemimpin bukan raja, karena raja cenderung hanya mengurus dirinya dari pada rakyatnya. Raja lebih identik kepada pemilik kerajaan dan kekayaan yang ada di dalamnya, sementara rakyat hanya budak yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Pemimpin dalam Islam adalah seorang pelayan. Karenanya ia bukan kemulyaan (tasyriif) melainkan tugas dan beban (takliif). Dalam Al Qur’an Allah subhaanahuu wata’aala menggunakan istilah khalifah, yang artinya wakil. Maksudnya adalah seorang yang mewakili Allah di bumi untuk melaksanakan segala aturan dan hukum-hukumNya. Berdasarkan makna ini maka seorang pemimpin yang tidak ikut Allah tidak pantas diberi gelar khalifah. Bila seorang pemimpin mewakili Allah, otomatis ia pasti akan mewakili rakyatnya. Sebagai wakil rakyat maka tidak akan pernah mendhalimi mereka.

Namun akhir-akhir ini pemimpin dalam arti sebagai pelayan kurang ditonjolkan. Sehingga rakyat yang sebenarnya memegang posisi paling tinggi malah direndahkan. Sementara para pemimpin justeru sibuk memperkaya diri di atas penderitaan rakyatnya. Berbagai janji digelar menjelang pemilihan umum, bahkan tidak sedikit yang secara diam-diam membeli dukungan dengan harga yang tidak tanggung-tanggung. Namun begitu kepemimpinan diraih, janji hanya menjadi janji, dan rakyat terus mengalami penderitaan.

Sungguh tidak mungkin rakyat menemukan ketenangan di bawah naungan seorang pemimpin pembohong. Rakyat tidak membutuhkan janji-janji palsu. Rakyat memilih karena mereka tulus menginginkan kebaikan. Tetapi di manakah kini pemimpin yang benar-benar jujur. Pemimpin yang takut kepada Allah, sehingga amanah yang dipikulnya dilaksanakan secara maksimal.

Lihatlah Rasulullah sallallhu alaihi wa sallam, ketika memimpin. Bagaimana ia telah berhasil membangun persaudaraan, sehingga semua merasa aman di bawah kepemimpinannya. Belum pernah ada cerita bahwa seorang Yahudi atau Nasrani didzalimi pada zamannya. Bahkan yang sering kita dapatkan adalah kisah bagaimana Rasulullah sallallhu alaihi wa sallam selalu memberikan makan kepada seorang Yahudi yang buta, membela hak-hak mereka, sepanjang mereka tidak melakukan pengkhianatan. Bukan hanya ini, Rasulullah sangat tegas menegakkan aturan. Diriwayatkan bahwa beliau pernah bersabda: ”Law anna faatimata binti Muhammad saraqat la qatha’tu Yadahaa (bila Fatimah putri Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya)”.

Contoh lain lagi tercermin pada kepemimpinan Abu Bakar Ash shiddiq radhiyallahu anhu yang penuh dengan ketegasan dalam menjaga agama. Sekecil apapun yang merongrong agama, segera di atasi oleh Abu Bakar sedini mungkin. Itu nampak ketika Abu Bakar memerangi orang-orang yang menolak zakat. Abu Bakar berkata: ”Lauqaatilanna man yumayyizu bainash shalaati waz zakaati (akan aku perangi orang-orang yang membedakan antara shalat dan zakat)”.

Abu Bakar memang secara fisik kurus, tidak segagah Umar bin Khaththab, tetapi dari segi ketegasan dan keberanian dalam mengambil keputusan, Abu Bakar lebih kuat. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menentukan arah orientasi kepemimpinan yang penuh dengan tantangan internal maupun ekternal bangsa sangat dibutuhkan kepemimpinan yang tegas dan berani seperti Abu Bakar.

Umar bin Khaththab hadir dalam kancah kepemimpinan Islam dengan pola yang lain lagi. Diriwayatkan bahwa Umar, masih makan roti kering dan memakai baju yang penuh tambalan, justeru di saat ia mencapai puncak keemasan. Setiap malam Umar keliling dari rumah ke rumah, membantu orang-orang yang lumpuh. Umar juga sempat membelikan kebutuhan sehari-hari bagi para janda yang suaminya gugur di medan tempur.

Dikisahkan bahwa suatu malam Umar keliling mengecek kondisi rakyatnya. Dari jauh nampak ada sebuah lampu menyala. Begitu Umar mendekatinya, terlihat seorang ibu sedang masak dan di sampingnya anak-anak kecil sedang menangis. Ketika Umar bertanya, sang ibu menjawab: ”Anakku sedang lapar, dan aku memasak batu, supaya anakku tenang.” Mendengar hal itu, Umar langsung mengambil bahan bakanan dan menggendongnya sendiri dari Baitul Maal di malam itu juga. Bahkan Umar sendiri langsung memasaknya.

Perhatikan betapa sampai sedetil ini Umar menyadari hakikat tanggung jawab kepemimpinan. Selain itu, suatu hari Umar pernah berkata: ”Lain nimtunnahaar dhayya’turra’iyyah wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (bila aku tidur di siang hari, aku telah abaikan rakyatku, dan bila aku tidur di malam hari aku telah abaikan diriku sendiri)”.

Suatu ungkapan yang pantas dijadikan pedoman dan ditulis dengan tinta emas oleh setiap pemimpin. Wallahu a’lam bishshwab.

Sumber: dakwatuna.com

Kamis, 02 Juli 2009

Pemilu dan Politisasi Agama

Isu kerudung istri capres dan cawapres segera menyulut perdebatan tentang politisasi agama. Isu ini digunakan untuk menyerang kesolehan lawan politik. Isu mengenai ini berkembang di kalangan kaum santri di perkotaan maupun daerah pinggiran. Di sisi lain, penggunaan isu kerudung dianggap sebagai politisasi agama yang berbahaya karena mengancam negara dan pluralitas, sikap sekterian dan eksklusif.

Kita tentu tidak setuju kalau agama hanya digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek memenangkan pemilu. Apalagi kemudian setelah menang pemilu, agama ditinggalkan seperti yang selama ini terjadi. Elite politik cendrung mendadak Islami menjelang pemilu. Mulai dari pakai kopiah -meskipun tidak selalu mencerminkan Islam-, sholat Jum'at, sampai kunjungan ke pesantren dan majelis ta'lim. Setelah menang pemilu, wassalam.

Tentu juga sangat naïf, kalau penggunaan kerudung atau kesolehan individual para elit politik dijadikan satu-satunya dasar untuk pilihan politik. Kesolehan ritual para elite tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah bangsa dan negara ini. Sebab, masalah bangsa dan negara adalah persoalan sistem, yakni diterapkannya sistem kapitalisme. Inilah yang menjadi pangkal kerusakan dan kehancuran negara ini.

Kita membutuhkan bukan sekedar pemimpin yang soleh secara ritual. Tapi pemimpin yang mau mencampakkan ideologi dan sistem kapitalisme menggantikannya dengan penerapan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan. Sekali lagi bukan berarti pemimpin yang sholeh secara ritual tidak baik, tapi tidak cukup.

Masalah sistem harus juga diselesaikan secara sistem. Di sinilah relevansi institusi Khilafah yang akan melegalkan penerapan syariah Islam dalam segenapa aspek kehidupan.Kita membutuhkan penerapan syariah Islam yang bukan sekedar simbol, tapi bukan berarti kita menolak simbol-simbol Islam. Kita membutuhkan simbol Islam sekaligus penerapan syariah Islam sejati yang menyeluruh.

Di sisi lain kita juga mengecam sikap alergi syariah para elite sekuler. Tudingan serampangan, bahwa setiap penggunaan syariah Islam berarti politisasi agama adalah murahan. Menyempitkan agama dengan menganggap itu persoalan pribadi adalah keliru besar. Apalagi kalau itu ditujukan kepada Islam. Sebab syariah Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk ekonomi, politik, pendidikan dan aspek sosial lainnya. Pembonsaian agama yang dilakukan para sekuleris justru membuat agama mandul untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.

Sekali lagi kita perlu menegaskan negara ini hancur justru karena diterapkan ideologi kapitalisme sekuler dan dicampakkannya syariah Islam. Syariah Islam berasal dari Allah SWT yang Maha Sempurna, mustahil mencelakakan manusia. Penerapan syariah Islam akan menyelamatkan bangsa dan negara ini. Imam Al Ghozali telah mengingatkan kita dalam kitabnya Al Iqtishod fil I'tiqod tentang pentingnya agama menjadi asas bermasyarakat dan negara sebagai pilar yang menjaga masyarakat dan agama.

Termasuk tudingan bahwa syariah Islam mengancam pluritas adalah kebohongan. Islam mengakui realita ada perbedaan suku, ras , warna kulit di tengah masyarakat untuk saling kenal mengenal (ta'aruf). Yang diharamkan Islam adalah ketika suku,ras, dan atau kebangsaan, menjadi ikatan tertinggi dan termulia yang menjadi dasar yang menyatukan masyarakat.

Manusia akan terkotak-kotak kalau ini terjadi. Ini juga akan mengancam persatuan dan kesatuan umat Islam. Sebab ikatan yang paling mulia dan tertinggi adalah hablullah (tali Allah) yakni Alquran. Atas dasar ikatan akidah ini, Islam menyatukan manusia di seluruh dunia lintas bangsa, ras, dan warna kulit.

Secara historis terbukti Khilafah Islam menjadi negara adi daya yang menyatukan berbagai ras, warna kulit, bangsa, suku, termasuk berbagai agama. Islam tersebar ke berbagai kawasan dunia mulai dari jazirah Arab, Afrika, Eropa hingga ke Asia. Pengakuan jujur tampak dari pernyataan Carleton, menurutnya : Peradaban Islam merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adi daya dunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya , dengan perbedaan kepercayaan dan suku (Carleton : “ Technology, Business, and Our Way of Life: What Next)

Syariah Islam juga bukan hanya untuk kebaikan Muslim. Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Kalau syariah Islam diterapkan akan memberikan kebaikan bukan hanya kepada Muslim tapi non Muslim. Jaminan kebutuhan pokok perindividu berlaku juga bagi non Muslim. Termasuk jaminan pendidikan gratis, kesehatan gratis dan keamanan.

Terakhir, pantas kita menyimak T.W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam yang menyatakan: “Kala Konstantinopel dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras, dan untuk itu dikeluarkan sebuah Dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan para penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil.” [mediaumat.com]

Senin, 15 Juni 2009

Sebuah Renungan

Kawan, hidup ini ternyata,tidak sekedar mengejar cita-cita pribadi saja
Di luar sana masih banyak orang tidak punya rumah
Masih banyak orang yg bahkan tidak tahu apakah besok pagi dia masih bisa makan
Masih banyak anak-anak yang bahkan tidak tahu sampai kapan mereka akan terus tidur beratapkan langit yang bahkan terkadang memuntahkan air dan beralaskan tanah yang keras

Masih banyak mereka yang masa depannya tidak jelas
Tapi sayangnya kita sering lupa akan hal itu

Seringkali kita hanya ingat dan berempati hanya saat penderitaan mereka disodorkan depan muka kita. Selebihnya, mungkin kita lupa. Padahal seharusnya kita lah yang mencari tahu. Kita yang mencari fakta-fakta, bukan menunggu untuk ditemukan oleh fakta. Tapi sayangnya, kenyataan yang sering terjadi adalah kita hanya menunggu.

Masih banyak mereka yang tidak mandi karena alasan-alasan yang mungkin bagi kita mudah saja, seperti air bersih, sabun, dll. Sedangkan kita pun mungkin secara sadar maupun tidak sering membuang-buang air bersih atau memiliki banyak sabun yang tidak terpakai. Masih banyak mereka yg tidak memiliki baju selain yang menempel di tubuh mereka dan kita masih sempat mengeluh ngeluh karena baju kotor yang menumpuk? Ingatlah kawan..itu artinya kita beruntung memiliki banyak baju.

Masih banyak mereka yang tidak memiliki orang tua dan kita terkadang sering menggerutu hanya karena ditegur orang tua?
Ingatlah kawan..itu artinya kita beruntung karena masih diizinkan Allah untuk mewujudkan rasa sayang dan membalas kebaikan orang tua kita.
Seringkali kita mengeluh dan mengomel karena kelelahan berjalan kaki. Ingatlah kawan..itu artinya kita masih punya kaki dan tubuh yang berfungsi dengan baik.

Apapun yang terjadi..
Seburuk apapun keadaan kita,,cobalah kita pandang dari sudut pandang yang berbeda
Dan kita akan menemukan dan pada akhirnya mengerti cara Allah menyayangi, mendidik, dan memberi yang terbaik untuk kita
Because we are loved

Tapi kenapa kita sering lupa?
Kenapa kita sering tidak berinfaq jika tidak diminta?
Kenapa tidak mencari tahu di mana kita bisa berinfak?

Kawan..
Hidup tidak hanya bersemangat berprestasi dalam bidang akademik, organisasi, atau pekerjaan
Semua itu bagus sekali namun semangat dan prestasi luar biasa itu tidak ada artinya bila implementasinya sama dengan nol
Tidak ada artinya bila ternyata kita sampai lupa dengan orang-orang di luar sana
Mereka yang menjadi korban kemerdekaan yang blum merdeka
Mereka yang menjadi korban para pejabat yg bagai kacang lupa kulitnya itu
Mereka yang terlupakan, mereka yg dibohongi, mereka yg tertindas, mereka yg terjajah oleh 'kemerdekaan' negeri ini

Kawan..
Bersyukurlah punya banyak makanan
Banyak sekali orang yg kelaparan di dunia ini
Di Ethiopia, India, Indonesia, atau bahkan mungkin beberapa meter dari tempat kita duudk saat ini
Jadi ingatlah kawan..Jangan sampai kita membiarkan makanan membusuk di kulkas atau menjadi basi di dalam lemari / tudung saji

Kawan..
Mari kita luangkan waktu..,,untuk bersyukur
Ya, untuk bersyukur
Karena selalu harus ada waktu untuk bersyukur
Jangan sampai kita bersikap tidak tahu diri
Jangan sampai kita rutin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman namun tidak ingat untuk berterima kasih kepada Allah

Kawan...
Mari kita menghargai setiap waktu yang terlewat karena waktu tidak dapat berputar kembali
Bahkan Leonardo Da Vinci pernah menyatakan keheranannya mengenai manusia yangg sering tidur. Ia berpendapat manusia hidup tersebut seperti orang mati saja karena apa bedanya orang yang msh hidup dengan yang sudah meninggal apabila yang hidup juga tidak melakukan apa-apa (baca: sia2)?

Kawan..
Lihat ke negeri Palestina sana
Ke negeri para bayi yang terlahir untuk hidup di surga
Ke negeri yg para penghuninya waspada setiap saat terhadap pengeboman, penjarahan, pembunuhan, dan segala ketidakadilan yg dilakukan oleh orang2 yg mengatasnamakan perebutan kembali tanah milik mereka
Ke negeri yang pedih karena para muslim yg seharusnya bertitel saudara tidak bertindak sepertt saudara (baca: tidak mendukung)

Kawan..
Skali lagi, ingatlah..
Kita harus peka
Selalu lihat ke bawah tapi jangan lupa lihat ke atas juga
Selalu lihat ke depan tapi sesekali jangan lupa untuk menoleh ke belakang juga
In order to be a better person, we can't improve urself only without caring 4 others

Kawan..bayangkanlah kesepiannya mereka yang tidak memiliki keluarga, mereka yg dimusuhin, dikucilkan, apalagi kesepian dan kepedihan orang-orang yang ditinggal mati kluarganya yang terbunuh di depan mata merekaKawan...
Jangan terlalu sedih walaupun kadang orang suka meremehkan kita
Di belahan dunia di sebelah mana pun, banyak sekali orang-orang terbuang yg mungkin jauuuuhh lebih tersakiti daripada kita
Mereka dianggap hina
Mereka dipandang rendah
Entah berapa banyak cacian yg sudah mereka dengar
Perlakuan kasar yang mereka dapat juga tak terhitung
Lihatlah semuanya lebih dekat..dan kita akan sadar betapa sempurnanya hidup kita, paling tidak bagi diri kita sendiri.

sumber:(Dudung.net)

Sabtu, 06 Juni 2009

Pemilu dan Perubahan dalam Pandangan Islam

Hukum Menjadi Anggota Parlemen

Bila syarat-syarat untuk menjadi anggota parlemen nyata-nyata bertentangan dengan Islam, tentu kita tidak bisa menyatakan bahwa keanggotaan kaum muslim di dalam parlemen hanya dijadikan sebagai wasilah untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat, sehingga syarat yang bathil pun boleh diterima. Dengan kata lain, calon wakil rakyat absah-absah saja menerima syarat-syarat bathil itu selarna tujuannya adalah untuk melakukan koreksi dan memperjuangkan aspirasi Islam.

Pernyataan semacam ini adalah pernyataan bathil yang tidak sejalan dengan ‘aqidah dan syariat Islam. Perjuangan untuk menegakkan kalimat Allah yang suci tidak boleh ditempuh dengan ?cara-cara keji dan bertentangan dengan syariat Islam.

Di sisi yang lain, keanggotaan dalam parlemen mengharuskan dirinya untuk bertanggungjawab terhadap semua keputusan yang terlahir dari parlemen. Jika parlemen membuat keputusan yang bertentangan dengan syariat Islam misalnya, undang-undang perbankan ribawiy, maka seluruh anggota parlemen bertanggungjawab atas keputusan itu. Walaupun keputusan itu tidak disetujui oleh beberapa wakil rakyat dari partai Islam, akan tetapi ketika keputusan itu telah ditetapkan, maka ia tetap dianggap sebagai keputusan parlemen, bukan keputusan atas nama sebagian anggota parlemen. Lantas, dalam kondisi semacam ini apa yang dilakukan oleh anggota parlemen muslim?

Dalam kondisi semacam ini setiap anggota parlemen yang konsens dengan syariat Islam harus keluar dari keanggotaan parlemen, dan tidak boleh hanya sekedar melakukan walk out; jika dirinya tidak bisa mencegah lahirnya keputusan-keputusan yang tidak islamiy. Sebab, seorang muslim harus menghindarkan diri dari keputusan-keputusan yang bertentangan dengan syariat Islam.

Imam Nawawiy dalam syarah shahih Muslim, ketika menjelaskan hadits Rasulullah saw, “Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ?hendaknya ia ubah dengan lisannya. Jika ia tidak mampu mengubah dengan lisannya, maka ubahlah dengan hati; dan ini adalah selemah-lemahnya iman.”[HR. Muslim]; menyatakan, bahwa maksud mengubah dengan hati di sini tidak cukup berdiam diri dan menolak dalam hati, akan tetapi ia harus menghindari kemungkaran tersebut. Maksudnya adalah, jika seseorang tidak mampu mengubah kemungkaran dengan tangan dan lisannya, maka ia harus menghindarkan diri dan tidak ikut campur dan teriibat di dalamnya, Misalnya, tatkala ada sekelompok orang sibuk membincangkan dan memutuskan aturan-aturan yang bertentangan dengan Islam, maka jika dirinya tidak mampu mengubah keputusan itu, maka ia harus keluar dari forum tersebut dan menunjukkan sikap ketidaksenangannya. Ia tidak diperkenankan tetap duduk, atau bahkan menjadi anggota forum tersebut, meskipun hatinya menolak. [Imam Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, lihat tentang bab al-Iimaan]

Para khalifah di masa kejayaan Islam menjatuhkan hukuman cambuk bagi orang yang berada di dalam majelis khamer, meskipun ia tidak ikut serta minum dan hatinya menolak. Para ulama memahami bahwa berdiam diri atau tetap berada di dalam majelis kemaksiatan sama artinya dengan melibatkan diri dalam kemaksiatan itu sendiri. Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah saw. menggambarkan orang yang berdiam diri terhadap kemungkaran dengan setan bisu.

Haramnya seorang muslim berada dalam suatu forum yang mengolok-olok ayat-ayat Allah Swt., telah ditegaskan oleh Allah Swt. di dalam al-Quran al-Karirn. Dalam surat al-An’am ayat 68 disebutkan:

Jika kamu melihat orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat Kami, maka berpalinglah kamu dari mereka, hingga mereka mengalihkan kepada pembicaraan lain. Dan jika kalian dilupakan setan (sehingga kamu duduk di forum itu), maka, setelah kamu ingat, janganlah kalian duduk bersama-sama orang yang dzalim itu. [al-An'am: 68].

Ayat ini diperkuat juga dengan firman Allah Swt. dalam surat An-Nisaa’: 140

Dan sungguhnya Ia telah menurunkan atas kamu, di dalam al-Kitab ini,“Bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah tidak dipercayai, dan diperolok-olok, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, hingga mereka masuk kepada pembicaraan lain; sebab, jika kalian melakukan seperti itu maka kamu seperti mereka“ [al-Nisaa': 140]

Dalam menafsirkan surat al-An’am ayat 68, Ali Al-Shabuniy menyatakan, “Jika engkau melihat orang-orang kafir mengolok-olok al-Quran dengan kebohongan dan kedustaan dan olok-olok, ?maka janganlah kalian duduk dan berdiri bersama mereka sampai mereka mengatakan kepada perkataan lain, dan meninggalkan olok-olokan dan pendustaannya.“[Ali al-Shabuniy, Shafwaatal-Tafaasir, juz I, hal.397] Imam al-Suddiy berkata, “Saat itu orang-orang musyrik jika duduk bersama orang-orang mukmin, dan membicarakan tentang Nabi saw. dan al-Quran, orang-orang musyrik itu lantas mencela dan mengolok-oloknya. Setelah itu, Allah Swt. memerintahkan kaum mukmin untuk tidak duduk bersama mereka, sampai mereka mengalihkan kepada pembicaraan lainnya.” [Imam al-Thabariy, Tafsir Thabariy, juz II, hal.437]

Dalam menafsirkan surat al-Nisaa’:140, Ali al-Shabuniy berkata, “Telah diturunkan kepada kalian, suatu perintah yang sangat jelas bagi orang-orang yang nyata-nyata beriman. Perintah itu adalah; jika kalian mendengar al-Quran diingkari dan diolok-olok oleh orang-orang kafir dan para pengolok, maka janganlah kalian duduk bersama orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah itu, sampai mereka mengalihkan pada pembicaraan lain dan tidak lagi mengolok-olok al-Quran. Namun, jika kalian tetap duduk bersama mereka, maka kalian tidak ubahnya dengan mereka dalam hal kekufuran” [Ali al-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir, juz I, hal. 312]

Ayat-ayat di atas dilalahnya qath‘iy. Dari sisi hukum kita bisa menyimpulkan, bahwa orang yang duduk di suatu forum yang mengolok-olok ayat-ayat Allah, dan mengingkari ayat-ayat Allah, sementara forum itu tidak pernah berubah untuk meng-ingat Allah, maka siapapun yang ada di dalamnya -meskipun hatinya menolak- telah terjatuh kepada tindakan haram. Haramnya duduk bersama orang-orang yang mengolok-olok, dan mengingkari ayat-ayat Allah, di-qarinahkan {diindikasikan) dengan firmanNya, “sebab, [jika kalian melakukan seperti itu] maka kamu seperti mereka” [al-Nisaa': 140]

Tidak ada keraguan sedikitpun, setiap orang yang terlibat dalam dan berdiam diri terhadap forum-forum seperti itu, telah terjatuh kepada tindak keharaman, dan berserikat dalam kekufuran.

Lantas, apakah fakta parlemen kita sudah terkategori sebagai forum yang mengolok-olok dan mengingkari ayat-ayat Allah Swt., sehingga bisa diberlakukan hukum yang terkandung dalam surat al-An’am:68 dan al-Nisaa’:140? Jawabnya: parlemen kita telah terkategori sebagai forum yang mengolok-olok ayat-ayat Allah Swt. Ini didasarkan pada kenyataan berikut ini;

Pertama; MPR di negeri ini bertugas (sesuai dengan ketetapan MPR) mengangkat presiden dan wakil presiden. Apakah tindakan semacam ini tidak tergolong tindakan mengolok-olok dan mengingkari ayat-ayat Allah dan sunnah Rasulullah. Sebab, pemimpin kaum muslim bukanlah presiden, raja, atau PM; akan tetapi khalifah/Imam/Amirul Mukminin. Sistem pemerintahan dalam Islam pun bukan presidensil, akan tetapi sistem Khilafah ?Islamiyyah. Lantas, apakah dibenarkan secara syar’iy, ada sekelompok orang berbondong-bondong menjadi anggota sebuah majelis untuk menelorkan produk-produk yang bertentangan dengan syari’at Allah; bahkan, memilih pemimpin dan mencgakkan sistem pemerintahan yang sangat bertentangan dengan Islam? Jawabnya sangat jelas: haram.

Kedua; mekanisme pengambilan keputusan di dalam parlemen didasarkan pada prinsip suara mayoritas (voting). Apakah prinsip ini dibenarkan dalam Islam?

Dalam hal-hal tertentu mekanisme pengambilan keputusan memang didasarkan pada suara terbanyak. Misalnya, hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas-aktivitas praktis dan hal-hal yang tidak membutuhkan penelitian dan kajian mendalam. Rasulullah saw. pemah mengambil keputusan berdasarkan suara mayoritas untuk menetapkan apakah kaum muslim bertahan di dalam kota atau di luar kota.

Selain perkara di atas, keputusan tidak boleh ditetapkan berdasarkan mekanisme voting. Contoh dari perkara yang tidak boleh ditetapkan berdasarkan voting adalah perkara-perkara yang telah ditetapkan status hukumnya berdasarkan nash-nash syara’. Misalnya, kewajiban mengerjakan sholat lima waktu telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang qathiy. Pertanyaannya, apakah dalam pelaksanaan sholat lima waktu kita harus menunggu hasil voting terlebih dahulu? Kita tidak mungkin menjawab, bahwa untuk memutuskan apakah sholat harus dikerjakan atau tidak, harus didasarkan pada hasil voting terlebih dahulu. Sungguh, siapa saja yang menvoting, apakah sholat itu perlu dikerjakan atau tidak, maka dirinya telah terjatuh kepada perbuatan haram.

Keterangan ini semakin menguatkan bahwa, selama mekanisme dan aturan main parlemen bertentangan dengan Islam dan tidak pernah berubah, maka seorang muslim diharamkan menjadi anggotanya dan duduk-duduk di dalamnya, meskipun hatinya menolak dengan cara walk out. Pertanyaan berikutnya adalah, apa hukum berwakalah dengan seseorang yang mau menerima syarat-syarat yang bathil? Dcngan kata lain, bolehkah kita memilih seseorang untuk menyuarakan syariat Islam, sementara itu wakilnya tersebut mengakui syarat-syarat yang tidak Islamiy?

Jawabnya, akad semacam telah batal dari sisi asasnya. Sebab, jika kita tetap berwakalah dengan dirinya, sama artinya kita mengiyakan syarat-syarat non syar’iy yang telah diterima oleh calon wakil rakyat. Oleh karena itu, aqad wakalah yang dijalin dengan calon wakil rakyat yang mengiyakan syarat-syarat bathil adalah aqad yang bathal dan tidak boleh dilanjutkan. Mencalonkan diri atau orang lain untuk menjadi anggota parlemen meskipun ditujukan untuk menggunakan salah satu fungsi parlemen, yakni fungsi koreksi dan muhasabah, merupakan tindakan haram yang bertentangan dengan syari’at Islam.

Benar, melakukan koreksi dan muhasabah merupakan kewajiban setiap kaum muslim. Akan tetapi, dalam melakukan koreksi dan muhasabah, seorang muslim mesti terikat dengan aturan-aturan Allah Swt. dan menggunakan cara dan wasilah yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.

Seandainya berkecimpung dalam pemilu dan parlemen adalah haram, lantas, apakah ada jalan lain untuk menerapkan syariat Islam selain melalui parlemen atau pemilu?

Kesalahan Paralaks

Pada dasarnya, pemilu dan parlemen bukanlah satu-satunya cara untuk memperjuangkan syariat Islam. Masih banyak cara dan altematif lain yang bisa ditempuh oleh kaum muslim untuk memperjuangkan tertegaknya syariat klam. Yang penting, cara yang ditempuh tersebut sesuai dengan aqidah dan syariat Islam.

Pada dasarnya, pandangan-pandangan keliru tentang pemilu dan parlemen beranjak dari kesalahan paralaks. Kesalahan paralaks ini telah mengakibatkan lahirnya fatwa-fatwa dan strategi perjuangan yang salah. Kesalahan paralaks ini terwajahkan pada pandangan-pandangan berikut ini.

1.Selama ini, pemilu dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk meraih kekuasaan dan menerapkan syari’at Islam. Meskipun mereka tidak menyatakan hal ini secara terbuka, akan tetapi alasan-alasan yang mereka ketengahkan telah menunjukkan dengan sangat jelas, keterjebakan mereka dalam kesalahan paralaks ini. Misalnya, alasan yang menyatakan, bahwa jika tidak mengikuti pemilu, maka parlemen akan dikuasai orang kafir. Muncul juga statement bahwa, mengikuti pemilu berhukum wajib berdasarkan kaedah “maa laa yatimm al-waajib illa bihi fahuwa waajib”; “akhdz akhaff al-dlararain”, dan sebagainya. Alasan-alasan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa mereka telah menganggap pemilu sebagai satu-satunya jalan untuk menerapkan syariat Islam.

2.Penerapan syariat Islam bisa ditempuh melalui jalan haram, selama di dalamnya ada kemashlahatan. Sebagian dari kaum muslim menyadari bahwa ada perkara dan mekanisme tertentu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Misalnya, fungsi penetapan hukum (legislasi) serta mekanisme pemilu untuk mengangkat presiden. Padahal, kewenangan untuk menetapkan hukum tidak ada di tangan parlemen, akan tetapi di tangan Allah Swt. Dari sisi sistem pemerintahan, presiden bukanlah kepala negara yang absah menurut syariat. Kepala negara yang absah dalam pandangan Islam adalah khalifah, imam, atau amirul mukminin. Jika pemilu ditujukan untuk memilih presiden, sama artinya kita telah melanggengkan sistem pemerintahan republik yang sangat bertentangan dengan Islam. Sayangnya, calon-calon wakil rakyat dan sebagian besar masyarakat telah mengabaikan perkara-perkara ini, dengan alasan madlarat dan kemashlahatan umat.

Seharusnya, pemilu dipandang sebagai cara (uslub) untuk mengganti kepala negara dan memilih wakil rakyat yang berhukum mubah.

Tatkala kedudukan pemilu sebatas hanya uslub, maka hukum tentang pemilu ditetapkan berdasarkan mekanisme, dan syarat-syarat yang ada dalamnya. Selama syarat-syaratnya sejalan dengan syariat Islam, maka hukumnya tetap berada dalam wilayah mubah. Sebaliknya, tatkala di dalamnya ada mekanisme dan syarat yang bertentangan dengan Islam, maka terlibat maupun berkecimpung di dalamnya adalah tindak yang diharamkan oleh Allah Swt.

Sumber: (http://www.gaulislam.com)

Rabu, 22 April 2009

Solusi Tepat Problematika Umat

Masih terekam kuat di benak kita apa yang dialami kaum muslimin di berbagai negeri berupa fitnah dan musibah. Penindasan dan perampasan wilayah oleh kaum kafir atas kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Filipina, Bosnia, Cheznya dan negeri lainnya serta musibah banjir, tsunami dan semisalnya. Demikian pula halnya dengan bangsa dan kaum muslimin di Indonesia pada saat ini mendapat musibah yang menyesakkan, chaos, kesempitan, kekurangan, problem hukum, keamanan, pemerintahan, serta krisis ekonomi yang berkepanjangan. Artikel ini membahas solusi syar'i yang telah Allah dan Rasul-Nya jelaskan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits untuk masalah-masalah diatas.

Musibah dan problematika yang menghantam suatu negeri adalah suatu kemestian yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan ketetapan ini berlaku untuk setiap negeri yang diutus padanya seorang rasul. Allah SWT menjelaskan dalam salah satu ayatnya:Dan tidaklah Kami mengutus seorang Nabipun kepada suatu negeri (lalu penduduknya mendustakan Nabi itu), melainkan akan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (Al-A’raf: 94)
Dan masih terekam kuat di benak kita apa yang dialami kaum muslimin di berbagai negeri berupa fitnah dan musibah. Penindasan dan perampasan wilayah oleh kaum kafir atas kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Filipina, Bosnia, Cheznya dan negeri lainnya serta musibah banjir, tsunami dan semisalnya. Semuanya itu tidak lepas dari ketetapan Allah SWT di atas. Demikian pula halnya dengan bangsa dan kaum muslimin di Indonesia pada saat ini mendapat musibah yang menyesakkan, chaos, kesempitan, kekurangan, problem hukum, keamanan, pemerintahan, serta krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Namun demikian, tidaklah Allah SWT menetapkan suatu ketentuan melainkan dengan sebab. Maksudnya Allah tidak akan menimpakan suatu malapetaka pada suatu negara melainkan dengan sebab. Jika kita mau adil dan jujur dalam mengoreksi kehidupan kita dan kaum muslimin pada umumnya, maka kita akan menemukan faktor utama penyebab realita ini. Allah SWT berfirman: Katakanlah (wahai Muhammad): Jika bapak-bapak kalian, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kalian usahakan, dan perdagangan yang kalian khawatirkan kebangkrutannya serta rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan (dari) jihad fi sabilillah, tunggulah hingga Allah timpakan adzabnya, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 24)
Ibnu Katsir berkata: Jika semua perkara ini lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya (tunggulah), yakni tunggulah adzab apa yang akan ditimpakan oleh Allah kepada kalian.
Rasulullah SAW pun telah mensinyalir akan adanya musibah yang akan menimpa kaum muslimin yang tidak patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, beliau bersabda: Apabila kalian telah berjual- beli dengan ‘inah (riba), memerintah dengan diktator, cinta kepada pertanian (dunia), dan kalian meninggalkan jihad fi sabilillah, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian dan tidak akan menghilangkannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.
Perhatikanlah, Allah SWT dan Rasulullah SAW telah menegaskan faktor utama yang menyebabkan musibah ini adalah karena mereka telah meninggalkan agama mereka, karena mereka terlalu mencintai dunia, dan kenyataannya memang demikian. Kehinaan yang dialami oleh umat Islam adalah karena umat Islam telah melalaikan agama mereka dan hanya menjadikannya sebagai identitas belaka.
Sabda Nabi SAW: Apabila kalian telah berjual- beli dengan ‘inah mengisyaratkan salah satu jenis mu’amalat yang mengandung riba dan mengakal-akali syari’at. Kita lihat berapa banyak kaum muslimin pada saat sekarang ini yang tenggelam dalam riba dengan segala macam bentuknya. Bahkan sebagian sengaja mengakal-akali agar tidak terkesan riba.
Kemudian sabdanya SAW: memerintah dengan diktator, cinta kepada pertanian, yakni cinta kepada dunia dan condong kepadanya serta tidak mempedulikan dan mengabaikan syari’at beserta hukum-hukumnya.
Sabda beliau SAW: dan kalian meninggalkan jihad merupakan akibat cinta dunia. Dan ini tidak berarti hanya jihad saja, melainkan termasuk juga kewajiban-kewajiban syari’at yang lain. Maka berapa banyak kaum muslimin sekarang ini yang meninggalkan shalat, zakat, shaum, dan lainnya tanpa merasa bersalah dan berdosa bahkan melakukannya dengan sengaja.
Apabila kaum muslimin telah berada dalam keadaan seperti itu maka ditimpakanlah kepada mereka apa yang berhak ditimpakan. Dan jadilah mereka dalam keadaan hina diliputi fitnah dan musibah. Teranglah sekarang bahwa berbagai musibah -baik yang menimpa pribadi maupun masyarakat- berupa kesempitan, kekurangan, krisis moneter atau kekacauan, itu semua disebabkan maksiat mereka kepada Allah, mengabaikan perintah-perintah-Nya, serta lalai dan lengah terhadap syari’at-Nya, sehingga mereka menggunakan hukum selain hukum Allah. Padahal Allah lah yang menciptakan mereka. Allah lebih sayang kepada mereka daripada sayangnya orangtua kepada anaknya, dan Allah lebih tahu tentang mashlahat mereka daripada mereka sendiri.
Kebanyakan manusia menyandarkan segala musibah, baik krisis moneter atau chaos keamanan dan politik kepada sebab-sebab materi semata. Tidak diragukan lagi bahwa ini menunjukkan kedangkalan pemahaman mereka, kelemahan iman dan kelalaian mereka mengkaji Al-Qur’an dan sunnah rasul-Nya SAW. Sesungguhnya di balik sebab-sebab materi ada sebab-sebab syar’i yang lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya. Sebab-sebab materi hanya merupakan akibat dan konsekuensi logis dari sebab-sebab syar’i. Allah berfirman: Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (A-Ruum: 41)
Maka apabila penduduk suatu negeri telah tenggelam dalam perbuatan dosa (kemaksiatan) dan kezhaliman, baik itu amalan bid’ah atau (bahkan) syirik dan kekufuran, akan ditimpakanlah malapetaka yang tidak akan dicabut sampai hilang penyebabnya. Terlebih lagi apabila manusia mendustakan ayat-ayat Allah, tidak mau beriman kepada para nabi dan rasul yang Allah utus, dan tidak pula beriman dengan syari’at yang didakwahkan para nabi dan rasul.
Nyatalah bahwa yang menjadi penyebab semua itu adalah karena mereka telah berpaling dari agamanya (Islam). Mereka telah menjadikan dunia lebih dicintai daripada Allah dan rasul-Nya. Mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban agama dan melanggar larangan-larangan Allah SWT.
Jauh-jauh sebelumnya Rasulullah SAW telah menengarai hal tersebut dan beliaupun telah memberikan solusinya. Dalam hadits Ibnu Umar di atas dinyatakan bahwa kehinaan yang diderita kaum muslimin tidak akan dicabut sampai mereka kembali kepada agamanya (Islam). Maka jalan keluar dari semua ini adalah kembali kepada Islam. Dimulai dengan taubat menyesali segala dosa yang telah dilakukan kemudian mempalajari Islam dengan benar dan mengamalkan serta menerapkannya dalam kehidupan.
Oleh karena itu, langkah awal dalam upaya mengatasi problematika ini adalah introspeksi diri; dosa apa yang pernah dilakukan? Dengan demikian hendaknya setiap individu harus segera bertaubat dengan taubat nashuha dan memohon ampun kepada Allah atas dosa yang pernah ia lakukan. Hendaklah bertaubat dari semua dosa baik yang kecil ataupun yang besar, yang diketauhi (disadari) ataupun yang tidak.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah mengungkapkan, Tidak diragukan lagi bahwa musibah ini dan yang lainnya mengharuskan hamba segera bertaubat kepada Allah SWT dari segala keharaman Allah yang dilanggarnya. Bersegera untuk melakukan keta’atan dan berhukum dengan syari’at-Nya, tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa dan saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran. Apabila hamba telah bertaubat kepada Rabbnya, tunduk kepada-Nya, dan bersegera menuju apa yang diridlai-Nya, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, serta memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, maka Allah akan memperbaiki keadaan mereka. Allah akan melindungi mereka dari kejelekan musuh-musuhnya, memberikan mereka kekuasaan di muka bumi, menolong mereka mengalahkan musuh-musuhnya, mencukupkan nikmat-Nya atas mereka dan memalingkan (mencabut) adzab-Nya.
Ada sebagian orang di sana yang memiliki ghirah (semangat) yang besar yang menghendaki kemuliaan dan kejayaan Islam -alhamdulillah-, namun sangat disayangkan karena kejahilan pada diri mereka akhirnya berbicara dan bertindak serampangan. Mereka merasa solusi yang diberikan oleh Rasulullah SAW tidak lagi relevan. Mereka meyakini bahwa sebab utama bukanlah seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an dan dipaparkan dalam sunnah Nabi SAW. Merekapun mempersulit diri dengan mereka-reka dan mencari solusi yang paling tepat untuk diterapkan. Mereka menyebarkan talbis (pengkaburan) terhadap solusi Qur’ani dan Nabawi serta menebarkan pemahaman busuk kepada masyarakat. Di antaranya mengatakan bahwa faktor utama hinanya umat Islam dan penindasan serta penjajahan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin adalah karena umat Islam hanya sibuk dalam urusan fikih ibadah sehingga tertinggal dalam urusan teknologi dan tidak tahu waqi’ (wawasan).
Maka Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menanggapi fenomena ini dengan menyatakan: Satu perkara yang sangat penting untuk dijelaskan di sini adalah kehinaan yang dialami oleh sebagian kaum muslimin dan penjajahan orang-orang kafir -termasuk Yahudi- terhadap sebagian negeri muslimin, bukanlah disebabkan karena mereka tidak tahu fiqhul waqi’ (wawasan) atau karena mereka tidak tahu rencana-rencana makar orang-orang kafir tersebut.
Kemudian beliau melanjutkan, Sesungguhnya sebab yang mendasar terjadinya kehinaan pada sebagian kaum muslimin adalah;
1.Karena kaum muslimin tidak mengenal lagi Islam yang diturunkan oleh Allah kepada nabi-Nya SAW.
2.Sebagian besar kaum muslimin yang tahu tentang Islam tidak mau mengamalkannya bahkan mengabaikan dan menyia-nyiakannya.
Oleh karena itu kunci agar kejayaan Islam terwujud kembali adalah dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat serta mengamalkannya. Dan perkara yang sangat mulia ini tidak akan terwujud kecuali jika mengamalkan manhaj tashfiyah wat tarbiyah (pemurnian dan pendidikan). Kedua hal tersebut merupakan kewajiban yang besar.
Pertama: Memurnikan aqidah Islam dari kesyirikan, penentangan terhadap sifat-sifat Allah dan penta’wilannya, penolakan hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan aqidah dan lainnya. Memurnikan fiqih Islam dari ijtihad-ijtihad yang salah, yaitu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, memerdekakan akal dari unsur taklid dan ta’ashshub. Memurnikan kitab-kitab tafsir, fikih, raqaiq dan lainnya dari hadits-hadits dla’if dan maudlu’, israiliyyat dan munkar.
Kedua: Mendidik generasi Islam di atas agama Islam yang telah dimurnikan tadi, dengan pendidikan Islam yang benar semenjak usia dini yang tidak terpengaruh oleh pendidikan model barat yang sarat kekufuran.
Inilah satu-satunya jalan yang telah ditegaskan oleh banyak nash dari kitab dan sunnah, seperti firman Allah SWT:
Jika kalian membela agama Allah, maka Allah akan menolong kalian dan mengkokohkan kedudukan kalian. (Muhammad: 7)
Dan sudah disepakati oleh para ulama bahwa makna: Jika kalian menolong agama Allah, adalah jika kalian mengamalkan apa yang Allah perintahkan niscaya Allah akan menolong kalian atas musuh-musuh kalian. Kemudian di antara nash yang menguatkan makna tersebut dan sangat sesuai dengan kenyataan kita sekarang ini adalah (hadits) yang menggambarkan penyakit berikut obatnya sekaligus (yakni hadits Ibnu Umar di atas).
Dengan demikian, solusi untuk keluar dari kenyataan pahit ini adalah dengan merealisasikan firman Allah SWT: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka berusaha untuk mengubah keadaan mereka sendiri. (Ar-Ra’du: 11)
Yaitu setiap muslim kembali kepada agamanya dengan mempelajari Islam dengan benar. Islam yang telah dimurnikan dari segala kotoran baik kesyirikan ataupun kebid’ahan. Kemudian mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya itu dengan ikhlas mengharap ridla Allah SWT semata, berpegang teguh dengan syari’at-Nya, serta merealisasikan dalam kehidupannya.
Demikianlah karena mentauhidkan Allah SWT serta beriman kepada rasul-rasul-Nya, menta’ati-Nya dan juga menta’ati rasul-Nya, berpegang teguh dengan syari’at-Nya dan menyeru manusia mengikutinya serta mengingkari orang-orang yang menyelisihinya adalah merupakan sebab segala kebaikan di dunia dan di akhirat. Semuanya merupakan sebab kekokohan, saling menasihati dan saling menguatkan, yang membawa kepada kemualian di dunia dan di akhirat, selamat dari hal yang tidak didinginkan, serta tegar dan terlindung dari segala cobaan (fitnah).
Allah berjanji kepada orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih akan menjadikannya khalifah (pemimpin) di bumi, sebagaimana orang-orang sebelum mereka dan akan mengokohkan bagi mereka agama yang Allah ridlai, serta akan menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman. (An-Nur: 55)
Inilah janji Allah yang sangat besar. Mudah-mudahan Allah segera mengeluarkan kita dari problematika umat ini serta menjadikan kita termasuk yang mendapatkan dan merasakan janji Allah tersebut. Amin ya Mujibas Saailin

[Kontributor : Umar Munawwir, 10 April 2003 ]

Kamis, 02 April 2009

Nikmat Manakah Yang Kamu Dustakan

Jika salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada kita di cabut. Diumpamakan Allah 'mengambil' ginjal dari tubuh anda, maka anda benar-benar berada dalam keadaan yang menyedihkan untuk tetap bertahan hidup, anda harus mencuci darah dengan sebuah mesin pencuci darah di rumah sakit yang sekali prosesnya kira-kira dibutuhkan biaya sebesar Rp. 700.000 dan minimal cuci darah dilakukan satu kali dalam seminggu. Maka seandainya anda harus mencuci darah dua kali dalam tiap minggunya, maka harus mengeluarkan uang sebanyak 1.4 juta rupiah, maka dalam sebulan anda harus mengeluarkan uang 11.2 juta. Dalam setahun anda harus mengeluarkan uang 134.4 juta rupiah.

Ginjal yang ada dalam diri anda, kalau Allah sewakan, maka biayanya adalah 134.4 juta setahun. sedangkan anda memakainya seumur hidup anda, seandainya umur anda sampai 60 tahun maka kira-kira biaya sewa 8,064 milyar rupiah. Subhanallah, untuk sebuah benda yang besarnya tidak seberapa seharga 8,064 milyar rupiah.
Alkahmdulillah, segala hanay bagi Allah saja, Rabb seluruh alam semesta, ternyata Allah memberikan ginjal kepada kita secara gratis, tidak ada uang sewa ginjal yang Allah inginkan dari kita hanya ketaatan kita kepada-Nya semaksimal mungkin, bersyukur hanya kepada-Nya, menyembah hanya pada-Nya, tunduk dan patuh hanya kepada-Nya, bukan selain dari pada-Nya.

Ingatlah, itu hanya satu nikmat Allah pada tubuh kita, manusia, sedangkan nikmat-nikmat Allah sangat banyak tidak terhitung dalam tubuh kita. jika satu nikmat saja diambil, kita sudah sangat menderita, bagaimana kalau Allah mengambil nikmat-Nya sebanyak mungkin dari kita ? binasalah kita. masihkan kita mengingkari nikmat-nikmat-Nya. Bahkan Allah sampai bertanya dalam surat Ar Rahman sebanyak 31 kali.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS Ar-Rahman[55] ayat : 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77)

Subhanallah. Memang tidak mungkin kita sanggup untuk menghitung nikmat Allah SWT. sebagaimana firman Allah SWT.

Artinya
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha pengampun lagi Maha Penyayang."

Salah satu nikmat lagi adalah bisa tertawa dan juga bisa tidur sesuai dengan keinginan kita. Semoga kisah Kay Underwood ini bisa menjadi penambah rasa syukur kita terhadap nikmat-nikmat Allah SWT yang tiada tara jumlahnya.

Namanya Kay Underwood, berumur 20 tahun, menderita Cataplexy yang berarti ketika si penderita mengalami emosi berelebihan, ototnya akan melemah. Hal ini seperi gembira, ketakutan, terkejut, kagum dapat membuatnya langsung jatuh tepat dimana dia berada.

Kay underwood menderita penyakit ini sejak 5 tahun yang lalu, pingsan lebih dari 40 kali dalam sehari. Kay mengatakan "orang menganggap halini sangat aneh dan tidaklah mudah menghadapi reaksi orang lain".

Selain Cataplexy, Kay Underwood juga harus melawan Narcolepsy, yaitu kondisi yang dapat membuatnya tertidur secara tiba-tiba. Narcolepsy menyerang lebih dari 30.000 orang di UK dan sekitar 70% nya juga memiliki penyakit Cataplexy. [www.blogberita.net]

Masihkan kita mengingkari nikmat-nikmat Allah SWT ? Masihkan kita menjauhi aturan-aturan Allah SWT ? Sampai kapan ? Padahal ajal bisa datang setiap saat tanpa kita undang.

Jadi, mari kita besyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Bagaimana caranya ? Denan senantiasa tunduk dan patuh terhadap segala perintah dan larangan-Nya. Maka pasti Allah SWT akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita.

"Dan (ingat juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku). Maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". QS. Ibrahim [14]:7)

Khatimah
Ya Allah jadikan kami termasuk hamba-Mu pandai bersyukur, yang mampu menggunakan nikmat-nikmat-Mu sesuai dengan ridhaMu. Ampuni dan maafkan kami bila kami pernah kufur atas nikmat-Mu, sayangilah kami. Kami lemah, Ya Allah, kami lemah, wahai yang Maha kuat, kami hina wahai yang Maha Mulia. Selamatkan kami.
Wallahua'lamu bish Shawab!

Mujianto

Minggu, 29 Maret 2009

Ekonomi Islam Mensejahterakan Umat

Oleh : Mujianto

Sistem ekonomi Islam dibangun di atas pondasi akidah Islam. Ini adalah akidah yang haq karena berasal dari Allah yang dibawa kepada umat manusia melalui Muhammad Rasulullah SAW. Akidah Islam merupakan akidah yang memuaskan akal, menenteramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya peraturan yang terpancar dari akidah Islam seperti sistem ekonomi Islam memiliki karakter yang khas dan manusiawi.

Dalam konteks individu, kegiatan ekonomi dilandasi oleh nilai-nilai ibadah. Bukan materi yang menjadi orientasi (profit oriented) tetapi keredoan Allah. Mencari materi merupakan perkara mubah bahkan menjadi wajib bagi seseorang apabila ia penanggungjawab nafkah dalam keluarga. Hanya saja untuk mendapatkannya tidak dengan menghalalkan segala cara melainkan harus terikat dengan hukum syara.

Dalam konteks negara, kegiatan ekonomi merupakan wujud pengaturan dan pelayanan urusan rakyat. Sebab inilah tugas umum negara. Adapun untuk merealisasikannya, negara menerapkan Syariah Islam baik dalam urusan ekonomi di dalam negeri maupun di luar negeri.

Negara menerapkan hukum-hukum Allah sebagai koridor kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah aktivitas ekonomi yang zhalim, eksploitatif, tidak transparan, dan menyengsarakan umat manusia. Negara menerapkan politik ekonomi agar warga dapat hidup secara layak sebagai manusia menurut standar Islam. Negara juga menjalin hubungan secara global dan memberikan pertolongan agar umat manusia di seluruh dunia melihat dan merasakan keadilan sistem Islam.

Islam memiliki metode untuk membalikkan posisi krisis seperti yang dialami dunia saat ini menjadi sejahtera. Metode tersebut tentu saja dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam pola hubungan ekonomi global melalui Khilafah Islamiyah.

Menerapkan Mata Uang Berbasis Emas dan Perak

Pengalaman moneter dunia menunjukkan mata uang kertas (fiat money) bersifat labil dan selalu kehilangan nilai akibat inflasi. Selembar kertas rupiah dengan selembar kertas dolar AS memiliki nilai tukar yang sangat jauh perbedaannya. Padahal secara fisik nilai instrinsiknya kurang lebih sama. Begitu pula selembar rupiah dengan nominal 1.000 daya belinya pada hari ini lebih rendah dibandingkan satu tahun lalu atau jauh lebih rendah dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya.

Hal ini menyebabkan seseorang yang memegang dan menyimpan uang kertas sangat riskan mengalami kehilangan nilai kekayaan riilnya. Bagi negara yang mata uangnya lemah dibandingkan mata uang kuat negara lain, nilai kekayaannya dalam mata uang asing cenderung merosot, sedangkan hutang luar negerinya membengkak dalam mata uang lokal. Sehingga sebuah negara dan masyarakatnya dapat dimiskinkan dalam sekejap hanya dengan menjatuhkan nilai tukar mata uangnya sebagaimana pengalaman krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun 1997/1998.

Mata uang berbasis emas dan perak adalah mata uang negara khilafah yang memiliki sifat universal. Dominasi dolar AS ataupun mata uang kuat (hard currency) lainnya atas transaksi ekonomi dunia merupakan salah satu metode penjajahan Kapitalisme atas masyarakat dunia yang harus dihentikan dengan mata uang dinar dan dirham.

Bagaimana mungkin untuk mendapatkan uang kertas dolar, Indonesia harus menyerahkan sumber daya alamnya, bekerja keras menghasilkan produk-produk ekspor, bahkan disertai dengan penyerahan kedaulatan negara. Sedangkan bagi AS, untuk mendapatkannya hanya dengan mencetak dolar. Padahal biaya cetak setiap satu dolar AS hanya satu sen dan AS mendapat untung 99 sen.

Mata uang dinar dan dirham menjamin kebebasan setiap negara dan penduduk dunia untuk melakukan transaksi ekonomi dan perdagangan tanpa harus takut mengalami gejolak kurs, kehilangan kekayaan, ataupun mengalami penjajahan moneter. Dengan demikian, keberadaan mata uang ini sebagai alat tukar internasional menjadi salah satu syarat bagi terwujudnya kesejahteraan dunia.

Memajukan Sektor Riil yang Tidak Eksploitatif

Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (lihat al-Baqarah: 275). Tidak ada dikotomi antara sektor riil dengan sektor moneter. Sebab sektor moneter dalam Islam bukan seperti sektor moneter Kapitalis yang isinya sektor maya (virtual sector).

Islam memandang kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor riil seperti pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Dari sektor inilah kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Hanya saja hukum-hukum tentang kepemilikan, produk (barang/jasa), dan transaksi dalam perekonomian Islam berbeda dengan Kapitalis.

Individu diperbolehkan memperoleh kepemilikan sesuai dengan karakter harta yang memang dapat dimiliki oleh individu. Hal ini merupakan pengakuan Islam akan fitrah manusia untuk mempertahankan hidupnya. Bahkan muslim yang meninggal karena mempertahankan hartanya secara haq termasuk mati syahid.

Kepemilikan individu dibatasi oleh kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Individu tidak boleh memiliki harta yang terkatagori harta milik negara dan harta milik umum. Tanpa aturan kepemilikan Islam, pertumbuhan di sektor riil tidak memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil. Sebab peningkatan hasil-hasil ekonomi dan penguasaan sumber daya terkonsentrasi di tangan pemilik modal. Sebaliknya semakin digenjot pertumbuhan ekonomi, eksploitasi terhadap masyarakat dan sumber daya alam semakin besar.

Ketimpangan dan masalah distribusi kekayaan merupakan penyakit kronis ekonomi Kapitalis. Menurut Human Development Report 2007, 20% penduduk paling kaya menghasilkan 3/4 pendapatan dunia, sedangkan 40% penduduk paling miskin hanya menghasilkan 5% pendapatan dunia. Lebih dari 20% penduduk dunia hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar US$ 1,25 per hari (Globalissues.org, Poverty Facts and Stats). Dalam laporan FAO, pada 2009 diprediksi dari 6,5 milyar penduduk dunia 963 juta di antaranya kelaparan (Kompas, 10/12/2008). Tahun lalu 31,5 juta rakyat Amerika hidup dengan bantuan kupon makan dari pemerintah (allheadlinenews.com, 18/12/2008).

Tidak adanya aturan tentang kepemilikan umum dalam perekonomian Kapitalis menyebabkan negara menjadi mandul. Sumber daya ekonomi dan pelayanan publik yang secara karakteristiknya tidak bisa dimiliki individu dan seharusnya menjadi milik bersama oleh negara diserahkan kepada swasta dan investor asing. Akibatnya rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan layanan publik dan barang-barang yang dihasilkan dari sumber daya alam.

Pada saat pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk membiayai APBN secara layak dan terjebak hutang, swasta dan investor asing justru memperoleh pendapatan tinggi dari sektor-sektor ekonomi yang seharusnya dimiliki bersama oleh masyarakat. Misalnya korporasi AS Exxon Mobil yang bergerak di sektor pertambangan minyak dan gas, pada tahun 2007 memiliki penghasilan lebih dari 3 kali lipat APBN Indonesia 2009. Keuntungan bersih Exxon Mobil naik dari US$ 40,6 milyar pada tahun 2007 menjadi US$ 45,2 milyar tahun 2008 (investorguide.com, Exxon Mobil Company Profile).

Pergerakan sektor riil hingga saat ini hanya berkutat di tangan sekelompok kecil orang khususnya Multinational Corporation (MNC). MNC memonopoli perekonomian di seluruh dunia dari hulu ke hilir sehingga aset sebuah MNC lebih besar dari PDB sebuah negara. Dengan mendorong sektor riil dunia di bawah pola ekonomi Islam, setiap pertumbuhan di sektor riil diimbangi dengan distribusi kepemilikan yang adil sehingga masyarakat memiliki kebebasan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara dalam ekonomi. Dengan menutup sektor maya (sektor non riil) dari perekonomian akan lebih banyak modal dan lapangan kerja terbuka untuk masyarakat dunia.

Menciptakan Mekanisme Pasar Internasional yang Adil

Perdagangan global sewajarnya memiliki fungsi bagi setiap negara untuk mendapatkan manfaat pemenuhan kebutuhan nasional dan peningkatan kesejahteraan. Namun tata perdagangan global saat ini berlangsung dengan sangat tidak adil. Negara-negara di dunia dipaksa membuka pasar mereka, mencabut segala rintangan dagang, sedangkan negara-negara maju menutup pasar mereka dengan berbagai aturan dagang yang dibuat-buat. Negara-negara maju memaksa negara lain mencabut subsidi di sektor pertanian dan industri, tetapi mereka sendiri melakukan subsidi besar-besaran.

Negara-negara di dunia dipaksa untuk menerapkan pasar bebas dan perdagangan bebas. Nyatanya pasar bebas yang didengung-dengungkan Kapitalisme justru memasung dunia dalam penjajahan ekonomi. Tidak ada kebebasan bagi sebuah negara yang terjajah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya melalui perdagangan internasional.

Sebagai contoh, pemerintah Afrika Selatan diseret ke pengadilan oleh korporasi farmasi Barat karena telah menerbitkan undang-undang yang mengijinkan impor obat-obatan generik dari Brazil untuk pengobatan di negara yang paling banyak penderita AIDSnya. Sedangkan Brazil selaku produsen obat murah diadukan oleh AS ke WTO dengan tuduhan melanggar undang-undang hak paten.

Dalam Islam hubungan dagang dapat diberlakukan terhadap negara-negara lain jika secara politik negara tersebut terikat perjanjian damai dengan negara khilafah. Hubungan dagang internasional tidak dilakukan atas motif keserakahan menguasai perekonomian luar negeri, melainkan untuk mendapatkan manfaat dari pertukaran baik dari sisi kebutuhan akan suatu komoditas maupun dari keuntungan ekonomi.

Mekanisme pasar dalam Islam tidak mengharamkan adanya intervensi negara seperti subsidi dan penetapan komoditas yang boleh diekspor. Sebaliknya negara tidak pernah melakukan intervensi dengan cara mematok harga. Harga dibiarkan berjalan sesuai mekanisme supply dan demand. Untuk mempengaruhi harga negara mengintervensi melalui mekanisme pasar. Negara juga tidak mengenakan cukai atas komoditas yang datang dari negara lain jika negara tersebut tidak memungut cukai atas komoditas yang dibawa warga negara khilafah. Inilah pola hubungan dagang internasional yang adil dan tidak saling mengeksploitasi.

Mengemban Misi Kemanusiaan

Ekonomi Islam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Di dalam negeri, khilafah menjalankan politik ekonomi yang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara. Khilafah juga mendorong warga dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya dalam batas-batas kemampuan yang mereka miliki.

Di luar negeri, khilafah menjalankan politik dakwah dan jihad. Dalam kerangka dakwah dan kemanusiaan, khilafah dapat menggunakan kekuatan ekonominya untuk menolong bangsa lain yang sedang ditimpa bencana. Sejarah mencatat, pada abad ke 18 Khilafah Turki Utsmani pernah mengirimkan bantuan pangan kepada Amerika paska perang melawan Inggris. Khilafah juga pernah mengirimkan bantuan uang dan pangan untuk penduduk Irlandia yang terkena bencana kelaparan besar yang menewaskan lebih dari 1 juta orang. Apa yang dilakukan Khilafah Islamiyah di masa lalu justru bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh Amerika saat ini. Amerika menghancurkan dan membunuh jutaan kaum Muslim di Irak dan Afghanistan.

Penutup

Masyarakat dunia saat ini menghadapi kesengsaraan yang luar biasa. Setiap hari 26.500 - 30.000 anak-anak meninggal akibat kemiskinan (Globalissues.com, Poverty Fatcs and Stats). Kematian anak-anak tersebut bukan disebabkan oleh ketidakcukupan bahan pangan dan ketiadaan sarana pertanian. Problemnya adalah sistem ekonomi yang eksploitatif dan serakah yang menyebabkan timpangnya distribusi kepemilikan.

Ekonomi Islam merupakan solusi bagi umat manusia untuk keluar dari krisis dan hidup sejahtera. Untuk itu kita membutuhkan Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang menerapkan ekonomi Islam.

ISLAM PENYEJUK HATI

Yakin Akan Pertolongan Allah ''Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Sehingga, Allahlah yang harus memberi rezeki kepadanya dan kepadamu, Dialah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Al Angkabut [29]: 60). Betulkah ekonomi yang tak menentu sekarang ini yang menyebabkan 'penyakit' panik sangat mudah menyerang bangsa kita? Barangkali tidak, jika kita menyelam ke inti persoalannya, bahwa bukan semata-mata krisis ekonomi, melainkan kita umumnya tidak memiliki keyakinan. Karena tidak optimistis, kita menjadi gamang, marah, takut, dan khawatir yang berlebihan. Selanjutnya, tidak adanya keyakinan itu kadang mendorong kita nekat bertindak yang tak terhormat. Tanpa keyakinan, manusia tak bisa hidup. Akan terus diselimuti keragu-raguan yang mematikan. Keraguan itu menjadi sebab dari ketidaktenangan hidup dan perasaan tidak aman. Maka, kita harus yakin bahwa kita hidup di dunia ini bukan kemauan kita sendiri. Bukan karena kemauan orang tua. Juga tidak atas usulan siapa pun juga. Kita lahir dan hidup di dunia ini karena kehendak Allah. Karena lahir dan hidup atas kehendak-Nya, maka Dialah yang akan mengurus kita. Jika Allah telah menciptakan kita, maka Dia tentu yang memelihara kita. Keyakinan ini harus ditanamkan pada diri kita, agar tidak takut menghadapi kesulitan hidup. Bukankah kehidupan itu sendiri merupakan bagian dari ciptaan Allah? Bagaimanapun hebatnya krisis, tak perlu takut dan khawatir kekurangan rezeki Allah. Yang menjamin rezeki kita selama ini bukan manusia atau negara. Melainkan Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kepada-Nya kita meminta dan mohon bantuan serta perlindungan-Nya. Jika suatu persoalan diselesaikan dengan emosi, hasilnya pasti merugikan masyarakat dan diri sendiri. Bila kini kita diuji dengan krisis ekonomi, maka dengan modal keyakinan kita gerakkan seluruh potensi yang kita miliki untuk mengatasinya. Memang diperlukan sedikit kesabaran, di samping kerja keras dari semua komponen di negeri ini. Jaga kesatuan dan persatuan, dengan itu kita bisa maju. Sebaliknya, jika kita terpecah dan saling menyalahkan kehancuran akan datang. ''Bersatu (jamaah) akan mendapatkan rahmat, dan berpecah belah mendapatkan bencana (azab).'' (HR Ahmad). Dan, siapa yang akan menyanggah janji Allah bahwa dia menjamin akan mengangkat setiap problem kita? ''Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.'' (QS Al Insyirah [94]: 5-6). Ayat tersebut diulang sampai dua kali secara berturut-turut, yang maksudnya untuk menyakinkan kita bahwa bersama kesulitan itu ada solusi yang terbaik. Masihkan kita tidak yakin, masihkan kita gamang melihat hidup?


Rabu, 04 Maret 2009

KESALEHAN POLITIK

Politik Islam
Demokrasi adalah kesalehan politik. Politik minus demokrasi akan menjadi kotor dan membahayakan kemanusiaan. Demokrasi yang sejati berisi semangat kebebasan, kesejajaran, dan persaudaraan. (Abd Rohim Ghazali, Kompas 30 Desember 2006)

Demokrasi saat ini merupakan istilah yang sangat populer dan dipahami oleh sebagian besar orang sebagai sistem yang ideal. Bahkan menurut Abd Rohim Ghazali demokrasi adalah kesalehan politik. Benarkah demokrasi adalah kesalehan politik ? Tulisan ini akan mengupas apa dan bagaimana kesalehan politik seharusnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesalehan diartikan ketaatan atau kepatuhan dalam menjalankan ibadah. Ibadah di sisi Allah SWT adalah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Perintah dan larangan Allah ini meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan dalam ranah politik.

Kesalehan politik menunjukkan politik sebagai wahana aktualisasi ketaatan dalam menjalankan perintah Allah. Kesalehan politik bagi setiap muslim diwujudkan dengan memandang politik dalam kaca mata Islam dan menjadikan perintah dan larangan Allah (hukum Allah) sebagai standar aktivitas politiknya.

Politik Islam
Makna politik tidak dapat dilepaskan dari urusan kekuasaan dan pemerintahan (lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Kamus Besar Bahasa Indonesia). Politik dalam perspektif sekularisme merupakan cara untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi (Muh. Zain: Kamus Modern Bahasa Indonesia). Sehingga kekuasaan dalam perspektif ini sekedar alat untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi yang berputar pada urusan harta, wanita, dan kedudukan. Politik bahkan dimaknai suatu seni bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan cara apa pun.

Sebaliknya politik dalam perspektif Islam adalah pengaturan urusan umat baik di dalam negeri maupun di luar negeri (Abdul Qadim Zallum: Pemikiran Politik Islam). Hal ini berdasarkan hadis Nabi: Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya. (HR Bukhari dan Muslim). Bentuk dan wujud pengaturan urusan umat ini bersandar pada hukum Allah (syariat Islam). Sehingga berdasarkan pemahaman ini kekuasaan bukanlah tujuan tetapi sarana untuk mengatur urusan umat.

Demokrasi: Kesalehan Politik atau Kemungkaran Politik ?

Demokrasi merupakan suatu bentuk sistem pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi dalam perkembangannya ditafsirkan dalam berbagai versi seperti demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi sosialis. Pandangan kompromistik tentang demokrasi diajukan oleh David Held yang menggabungkan pemahaman liberal dan Marxis (sosialis). Menurutnya dalam demokrasi seharusnya setiap orang bebas dan setara menentukan kondisi kehidupannya. Menurut Georg Sorensen, demokrasi bersifat dinamis dan akan terus berkembang dengan berbagai jenis dan model demokrasi (Georg Sorensen: Demokrasi dan Demokratisasi).

Terlepas berbagai macam defenisi demokrasi yang jenis dan modelnya akan terus berkembang, Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Demokrasi Sistem Kufur menekankan intisari demokrasi meliputi (1) kedaulatan di tangan rakyat. Makna kedaulatan adalah rakyat sebagai sumber hukum. Rakyatlah yang membuat hukum dan perundang-undangan melalui wakil-wakilnya di badan legislatif. (2) Rakyat sumber kekuasaan, dimana rakyatlah menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin mereka.

Dalam sudut pandang Islam, kedaulatan di tangan Allah SWT. Allah sajalah yang berhak menetapkan hukum bukan manusia. Perintah dan larangan Allah merupakan hukum yang mutlak ditaati dan diemban manusia. Dengan demikian demokrasi bertentangan dengan Islam, bahkan pertentangan ini bersifat mendasar dan memasuki ranah akidah apabila meyakini manusia sebagai sumber dan pembuat hukum bukan Allah. Sebab Allah berfirman dalam QS. al-An’am: 57 yang artinya “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah,” dan QS. al-Maidah: 44 yang artinya “Barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.”

Islam mengakui rakyat sebagai sumber kekuasaan. Sebab rakyatlah seharusnya yang mengangkat seorang penguasa melalui bai’at. Sedangkan dalam memilih penguasa caranya (uslub) beragam, bisa digunakan teknik pemilu atau dengan cara lain yang disepakati. Tujuan rakyat memilih dan mengangkat seorang penguasa agar ada seorang pemimpin yang mengemban amanah mengatur urusan umat dengan syariat Islam.

Adapun nilai-nilai demokrasi yang diagung-agungkan seperti keadilan, kebebasan, persamaan dan persaudaraan tidak bersifat universal. Selama ini umat dipaksa secara intelektual untuk memahaminya bersifat universal (netral) yang tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup. Tujuannya agar umat menerima demokrasi sebagai realitas sistem politik dan pemerintahan yang mutlak diadopsi karena tidak bertentangan dengan Islam.

Setiap agama dan ideologi memiliki pandangan berbeda tentang nilai-nilai tersebut. Misalnya adil dalam perspektif Islam berarti mendudukkan suatu perkara berdasarkan hukum Allah, sebab Allah berfirman dalam QS. an-Nisa yang artinya “Kemudian, jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnah).” Dalam hal kebebasan, perbuatan manusia terikat pada hukum Allah. Maksudnya setiap sikap dan perilaku harus disandarkan pada syariat Islam. Apabila suatu bentuk perbuatan hukumnya haram, maka perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan apalagi disebarkan. Jadi prinsip kebebasan malah bertentangan dengan perintah dan larangan Allah.

Dengan demikian demokrasi bukanlah wujud kesalehan politik tetapi wujud kemunkaran politik karena secara prinsip bertentangan dengan Islam. Setiap konsep dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum Allah merupakan kemunkaran, apalagi pertentangannya bersifat prinsip.

Kesalehan Politik Seharusnya

Aktivitas politik merupakan aktivitas yang ditujukan untuk mengatur urusan umat baik dilakukan oleh penguasa negara maupun oleh warga negara. Terwujudnya kesalehan politik apabila penguasa menjadikan kekuasaan yang dimilikinya tunduk kepada hukum Allah. Kekuasaannya semata-mata sarana untuk beribadah kepada Allah dengan menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara dan syariat Islam sebagai hukum dan sistem negara. Dengan syariat Islamlah ia mengatur urusan umat bukan dengan sistem yang lain seperti sistem demokrasi.

Bagi warga negara aktivitas politik diwujudkan dengan melakukan koreksi terhadap penguasa apabila penguasa melakukan penyimpangan dari syariat Islam. Setiap penyimpangan dari syariat merupakan kemunkaran, sedangkan setiap orang beriman diwajibkan Allah untuk mengubah kemunkaran. Rasul bersabda: “Siapa saja melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya, dan apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, dan apabila (masih) tidak mampu ubahlah dengan membenci (perbuatan) itu dalam hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).

Keberanian menentang kezaliman dan penyimpangan penguasa dari hukum Allah dengan berbagai resiko menghadang merupakan manifestasi dari kesalehan politik meskipun harus meregang nyawa. Rasul bersabda: “Penghulu syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zalim, menyerukan (kepadanya) untuk berbuat baik dan melarangnya (berbuat kemunkaran), kemudian ia dibunuh” (HR. Hakim).

Kesalehan politik muncul dari orang-orang yang memiliki kesadaran politik. Menurut Zallum dalam bukunya Pemikiran Politik Islam, kesadaran politik merupakan aktivitas mengamati dan memahami fakta dan peristiwa politik dalam sudut pandang Islam. Orang yang memiliki kesadaran politik setiap hari pemikirannya tercurah pada umat. Rasul bersabda: “Barang siapa yang bangun dan tidak memperhatikan urusan muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka (golongan muslimin)” (HR. Hakim dan al-Khatib).

Kesalehan politik hanya lahir dari orang-orang yang berpegang teguh pada hukum Allah. Ia memahami hukum Allah adalah standar pemikiran dan perbuatan yang diaktualisasikan dalam aktivitas politik tanpa kompromi meskipun godaan kekuasaan, harta, dan wanita menghadang. Pola pikir dan sikapnya jauh dari pragmatisme, karena ia tidak mau akidah dan syariat Islam tergadai hanya untuk kepentingan keduniaan. Ia tidak mau aktivitas politiknya tunduk dan disesuaikan pada realitas politik yang bertentangan dengan syariat, apalagi menjadi bagian dari sistem politik demokrasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.

Realitas politik demokrasi yang cenderung kotor dan menghalalkan segala cara tidak menyebabkan dirinya lari dari permasalahan politik. Sebab urusan dan kepentingan umat hanya bisa direalisasikan dengan menundukkan realitas politik pada syariat.

Ia berusaha mengubah sistem yang rusak dengan perjuangan politik. Untuk itu sudah semestinyalah perjuangan politik ini dilakukan dalam sebuah partai politik ideologis, yakni partai politik yang berasaskan akidah Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran: 104 yang artinya “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”

Perjuangan politik dari sebuah partai politik ideolgis dilakukan dengan mengikuti tariqah (metode) perjuangan politik rasul. Yakni dengan membongkar dan membeberkan kerusakan sistem yang ada, menunjukkan pertentangannya dengan akidah dan syariat Islam kepada umat.

Bersama partai politik ideologis, ia berusaha mengubah pandangan dan pemahaman umat tentang politik menjadi pandangan dan pemahaman yang Islami agar umat sadar dan bergerak untuk mengubah sistem yang rusak dan menggantinya dengan sistem yang Islami. Melalui partai politik ideologis ia melakukan perekrutan dan pembinaan agar umat memiliki kesadaran politik. Dengan cara inilah ia tidak hanya mewujudkan kesalehan politik bagi dirinya tetapi juga bagi umat.